PANDUAN LENGKAP DAN TERKINI KE BUKIT RHEMA “GEREJA AYAM” 2021-08-23 05:00

Bukit Rhema alias Gereja Ayam

 

Orang-orang sudah kadung mengenalnya sebagai Gereja Ayam. Padahal bentuknya sebenarnya bukan ayam, dan bangunan ini pun bukan gereja. “House of Prayer for All Nations”, begitu tagline yang tertulis di website resmi Bukit Rhema, alias Gereja Ayam, yang berlokasi di Desa Karangrejo dan Desa Kembanglimus Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Bangunan yang menduduki salah satu ketinggian di Pegunungan Menoreh ini jadi favorit kunjungan sejak Rangga dan Cinta melewatkan saat romantis menanti sunrise dari puncaknya dalam film Ada Apa dengan Cinta 2 (2016).

 

JADI INI BANGUNAN APA?

Pemandu yang kami sewa untuk menemani keliling objek wisata ini segera saja menegaskan dalam bincang awalnya, Bukit Rhema ini bukan gereja, melainkan rumah doa bagi segala bangsa, bagi umat semua agama. Hanya karena yang membangun seorang Kristiani, jadi orang menganggap bangunan ini sebuah gereja. Bentuknya bukan ayam, melainkan burung merpati putih yang di kepalanya bertengger mahkota. Orang-orang mengira mahkota itu sebagai jengger ayam. Jadilah nama tenarnya Gereja Ayam. Nama yang salah, tapi sulit dipisahkan dari Bukit Rhema ini. Rhema sendiri artinya “firman yang hidup”.

 

Baca juga: “Inilah Kondisi Terkini Punthuk Mongkrong, Keindahan yang Terabaikan

 

SIAPA YANG MEMBANGUN?

Begitu masuk dari area samping bangunan yang memanjang ini, pemandu kami, Mbak Atul, minta kami untuk mendengarkan terlebih dulu, pertama soal tata tertib. Dimohon menjaga ketenangan terutama di lantai 1, lantai yang pertama pengunjung masuki, karena merupakan ruang-ruang doa. Terdapat 12 ruang doa pribadi, termasuk mushola. Dilarang juga memotret di sini, hanya di lantai ini saja. Pengunjung juga dilarang membawa makanan besar, kecuali makanan dan minuman kemasan.

 

Mbak Atul menyampaikan tata tertib dan sejarah Bukit Rhema

 

Lalu Mbak Atul pun dengan lancar mengisahkan….. Tahun 1988 Daniel Alamsjah datang ke Borobudur hingga ke dusun ini dan tak sengaja bertemu seorang anak kecil bernama Jito yang tuna wicara. Daniel pun berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh dengan Jito. Singkat cerita, Daniel diajak ke atas bukit karena sekalian Jito sedang mencari rumput untuk hewan ternaknya. Daniel pun takjub melihat keindahan pemandangan dari atas bukit ini, yang sama persis dengan yang ‘dilihatnya’ dalam doa sewaktu dia masih di Jakarta. Kemudian Daniel memutuskan berdoa di sini. Dia pun mendapatkan semacam bisikan untuk membangun rumah doa bagi segala bangsa tepat di atas bukit ini.

 

Baca juga: “Belajar dari Candi Borobudur, Aktor Morgan Oey Merasa Hidupnya Lebih Lengkap

 

Keinginannya baru terwujud selang beberapa tahun kemudian, tepatnya 1992, Daniel bersama koleganya dari Jakarta meletakkan batu pertama. Dimulailah pembangunannya. Saat itu material diangkut naik secara manual dengan disunggi oleh warga dan pekerja. Karena  jalanan ke atas bukit belum bisa diakses mobil.

 

Tahun 1994 sudah bisa didirikan tiang-tiang penyangganya. Dan tahun 1995 sudah bisa diselesaikan ruang doa yang pertama. Daniel membangunnya tanpa bantuan arsitek, desainnya murni lahir dari imajinasinya. Pembangunannya memang memakan waktu cukup lama, bertahap, dan sempat terhambat krisis moneter tahun 1998-2000, juga karena sempat ada penolakan warga. Dan akhirnya Bukit Rhema dibuka kembali untuk umum tahun 2014 setelah mengalami perbaikan.

 

Bukit Rhema, jangan lupa berpose di depannya

 

Daniel Alamsjah masih sehat di usianya yang 78 tahun pada tahun 2021 ini. Dia kelahiran Bandar Lampung,  tumbuh besar di Jakarta, dan sekarang menjadi warga Borobudur. Rumah tinggalnya berjarak 1,5 km dari Bukit Rhema.

 

O ya, mungkin Trippers penasaran kenapa Daniel mengambil bentuk merpati? Karena dia mengidamkan tempat yang melambangkan kesetiaan, cinta kasih dan kedamaian.

 

BISAKAH PENGUNJUNG NAIK SAMPAI KE MAHKOTANYA?

Bangunan setinggi kurang lebih 20 m ini terdiri dari 7 lantai. Lantai ketujuh alias puncaknya adalah bagian mahkota, berupa tempat terbuka sempit yang dipagari. Pengunjung boleh  naik sampai bagian ini. Tapi dibatasi hanya maksimal untuk 5-7 orang yang merupakan satu rombongan, dan maksimal 3 menit. Beruntung saat MyTrip datang awal Juni 2021 tidak ada pengunjung lain, jadi kami bebas memanfaatkan waktu sepuasnya di bagian puncak.

 

Berpose di bagian puncak

 

Di lantai 6 ada pemandu lain yang menjelaskan peraturan selama di bagian puncak. Nggak boleh menghentakkan kaki, bersandar, maupun melompat. Naik tangganya yang memutar juga mesti hati-hati jangan sampai kepala kepentok. Begitu pula saat turun. Tapi nggak masalah kok buat lansia.

 

Di puncak inilah Rangga (Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian Sastrowardoyo) mengobrol hangat sambil menanti sunrise cantik. Ya, kebayang memang cantiknya di sini kala pagi menjelang. Langit kemerahan dari sisi timur dengan Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Candi Borobudur sebagai latarnya. Sementara di sisi selatan terbentang Pegunungan Menoreh yang bentuknya seperti sleeping Buddha, melintang dari Kulonprogo hingga Purworejo, dengan Puncak Suroloyo sebagai titik tertingginya. Di bagian barat alias di belakang ekor merpati terlihat teras Punthuk Setumbu. Tak kalah indah pemandangan di sisi utara yang menghadirkan Gunung Sumbing, Sindoro dan Tidar.


Candi Borobudur terlihat di sisi timur

 

Di belakang ekor merpati alias barat terlihat teras Punthuk Setumbu

 

Gunung Sumbing terlihat paling jelas di sisi utara

 

 

Kalau datang ke sini saat siang hari memang sinar matahari menyapa cukup terik. Tapi angin sejuk yang berembus membuat kami lupa akan panasnya.

 

ADA APA DI LANTAI LAINNYA?

Ya, sebelum menuju lantai 7, tentu sebaiknya Trippers mampir dulu di tiap lantai. Di ujung lantai satu terdapat Wall of Hope, Dinding Harapan, agak turun ke bawah. Terlihat di sini dinding yang penuh tempelan kertas. Ya, Trippers boleh menuliskan harapan di secarik kertas yang disediakan, dan menempelkannya.

 

Wall of Hope, Dinding Harapan

 

Naik ke lantai dua, kita bisa mengambil kartu doa yang disediakan di pohon artifisial. Lantai dua ini adalah aula besar yang istimewanya sama sekali tak disangga tiang. Tampak deretan kursi-kursi dan dua buah kotak hitam yang pada dindingnya dipajang foto-foto dokumentasi pembangunan, juga dokumentasi syuting AADC 2 tahun 2015.

 

Mengambil kartu doa

 

Aula besar tanpa tiang

 

Aula dan dua kotak hitam terlihat dari lantai 3

 

Di mezanin lantai 3 dindingnya dipenuhi lukisan tentang bahaya narkoba. Lantai 4 lukisannya menunjukkan kebhinekaan Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Sedangkan lantai 5 mewakili gambaran keindahan ciptaan Tuhan dan hasil karya manusia. Ada foto gunung-gunung, juga Candi Borobudur hingga Taj Mahal di India. Lantai 6 semacam ruang tunggu, karena saat banyak pengunjung, harus antre dan bergiliran untuk naik ke puncak. Dan semua pengunjung pun harus mendengarkan dulu pemandu menjelaskan tata tertibnya.

 

Lukisan tentang bahaya narkoba di lantai 3

 

Kebhinekaan Indonesia di lantai 4

 

Anak tangga yang menghubungkan antarlantai

 

ADA APA LAGI?

Di bagian ekor bangunan ada Kedai Rakyat W’Dank Bukit Rhema yang menjual wedang, kopi, minuman dingin, dan makanan. Tiket masuk sudah termasuk gratis singkong goreng khas buatan warga lokal yang diberi nama Latela Gombong Cassava, yang disajikan dengan sambal. Dari kedai yang semi terbuka ini pemandangannya juga aduhai. Banyak sudut juga untuk berpose-pose.

 

Suasana asyik di Kedai Rakyat W’Dank Bukit Rhema

 

Latela Gombong Cassava

 

Turun dari situ, kita bisa memilih mengambil rute menuju Goa Maria, jalan salib, dan kapel.

 

Goa Maria

 

Jalan salib

 

INFO WISATA

Bukit Rhema sudah mendapat izin beroperasi selama pandemi Covid-19 dengan penerapan prokes. Pemandu dan semua petugas memakai masker juga face shield. O ya, MyTrip sangat merekomen untuk memakai jasa pemandu karena kunjungan kita menjadi lebih bermakna dengan mendengarkan penjelasan lengkap dari pemandu. Jasa pemandu dibayar sukarela.

 

Tiket masuk Rp25.000, sedangkan tiket untuk naik jeep PP Rp15.000. Dari tempat kendaraan kita diparkir memang masih ada jalan menanjak untuk mencapai lokasi sepanjang +/-150 m. Jadi disarankan naik jeep, kecuali yang memang mau jalan kaki. Naik jeep sih hanya 3 menit. Biaya parkir mobil Rp10.000.

 

Mobil jeep

 

Jam buka loket untuk Senin-Jumat pukul 08.00-16.00, dan pengunjung boleh keluar maksimal pukul 17.00. Sedangkan Sabtu-Minggu jam buka loket pukul 07.00-16.30, dan maksimal keluar pukul 17.15.

 

Kalau mau menginap yang nggak jauh dari Bukit Rhema, bisa memilih Balkondes Karangrejo. Jaraknya hanya 1,8 km, berkendara 6 menit.

 

Bukit Rhema berada sekitar 4 km ke arah barat dari Candi Borobudur, berkendara 10 menit. Kalau dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta berjarak sekitar 50 km atau kurang lebih 1,5 jam berkendara.

 

 

Teks: Mayawati NH (Maya The Dreamer) Foto: Atul, Mayawati NH
Comment