BELAJAR DARI CANDI BOROBUDUR, AKTOR MORGAN OEY MERASA HIDUPNYA LEBIH LENGKAP 2021-05-08 13:15

 

Dari Candi Borobudur kita bisa belajar menjadi lebih bahagia dengan berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Hal ini dicetuskan aktor Morgan Oey dalam Lamrim Talk Seri Borobudur “Beken Bangunannya, Beken Nilai Bajiknya” yang diselenggarakan Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara (YPPLN/Lamrimnesia) Jumat, 30 April 2021. Dalam acara ini, Morgan didampingi Melyana, content creator Lamrimnesia yang belakangan ini banyak membagikan informasi seputar Candi Borobudur.

 

Sebagai narasumber utama, Morgan bercerita tentang inspirasi dari Candi Borobudur yang berpengaruh dalam kehidupannya sehari-hari serta peran anak muda dalam melestarikan dan mempromosikan nilai bajik Candi Borobudur.

 

Ketika pertama datang ke Borobudur, Morgan terkesan dengan kemegahan bangunannya. Ia kemudian menelusuri relief yang ada di dinding candi dari bawah sampai atas, dan menemukan praktik welas asih dan hukum sebab-akibat dari relief riwayat Buddha dan kisah-kisah lain dari kitab suci Buddhis yang bisa menjadi pedoman hidup. Selain itu, ada juga nilai keberagaman yang diwakilkan oleh relief perjalanan Sudhana belajar pada 50+ guru dari berbagai latar belakang.

 

That’s what I love about ajaran Buddha yang sangat mengajarkan kita untuk nggak men-judge orang,” komentar Morgan.

 

Morgan Oey

 

Morgan terinspirasi oleh ajaran Buddha sebelum pergi ke Candi Borobudur. Lalu, ketika ia melihat poin-poin dalam ajaran Buddha yang terukir di relief Candi Borobudur, misalnya momen Pangeran Siddhartha meninggalkan kejayaan duniawinya demi mencari obat bagi penderitaan semua makhluk, muncul rasa takjub yang membuat pesan positif dalam relief tersebut makin merasuk dalam hati.

 

“Sejak kecil saya diajarkan untuk selalu berbagi kebahagiaan dengan orang yang lebih membutuhkan. Ketika saya ke Candi Borobudur dan melihat ajaran Buddha yang terukir di relief, it makes me complete,” tutur Morgan.

 

Morgan kemudian bercerita tentang aktivitasnya di organisasi Indorelawan sebagai penerapan dari sebagian kecil bentuk welas asih yang selama ini ia latih. Dengan visi “mengubah niat baik menjadi aksi baik hari ini”, Morgan bersama Indorelawan menghubungkan organisasi-organisasi sosial dengan orang-orang yang ingin berkontribusi untuk menolong sesama secara sukarela. Salah satu kampanye yang diusung Morgan adalah melakukan minimal 10 jam aksi baik dalam setahun.

 

“Ketika kita berbagi kebahagiaan dengan teman-teman yang membutuhkan, pasti rasa bahagianya itu beda. It’s priceless, nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata, nggak bisa diukur dengan materi juga,” ujar Morgan.

 

Praktik welas asih seperti ini amat penting bagi generasi muda masa kini yang sulit bahagia karena terbebani oleh berbagai ekspektasi yang berasal dari ego.

 

“Dengan ada praktik welas asih yang bisa kita dapat dari nilai kebajikan di Candi Borobudur, sedikit demi sedikit kita bisa belajar mengurangi kadar ego dalam diri kita,” jelas Morgan, “Dengan lebih berempati sama orang, melakukan sesuatu untuk orang sekecil apa pun, itu mungkin yang sedikit demi sedikit bisa mengikis ego dalam diri yang nantinya akan menjadi ekspektasi dalam hidup kita.”

 

“Nanti kalau misalnya kita lebih care sama orang, lebih care sama sekitar kita, kita akan bahagia.”

 

Agar nilai welas asih dan keberagaman yang ada di Candi Borobudur ini bisa sampai ke banyak orang, generasi muda tentu memiliki peran penting.

 

Baca juga: “Apa Itu ‘The New Order Borobudur Temple’? Trippers Siap-Siap Yuk…

 

“Nantinya anak mudalah yang harus menjaga dan merawat Candi Borobudur,” tegas Morgan. Ia kemudian menjelaskan bahwa anak muda Indonesia bisa mulai dari mengenal apa itu Candi Borobudur, sejarahnya, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Setelah kenal, maka barulah akan ada rasa sayang sehingga mereka mau turut menjaga Candi Borobudur. Kemudian anak muda Indonesia bisa memaksimalkan potensi dunia maya untuk mempopulerkan Candi Borobudur tidak hanya sebagai objek wisata, tapi juga tempat suci umat Buddha dunia yang mengandung nilai-nilai universal.

 

“Kita perlu tahu dulu apa itu Candi Borobudur, kenapa ada Candi Borobudur. Rasa penasaran akan timbul. Pelan-pelan kita akan tahu bahwa Candi Borobudur itu ada nilai bajiknya yang bisa kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari,” terang Morgan.

 

Ada banyak sekali peserta acara yang mengirimkan pertanyaan kepada Morgan seputar Candi Borobudur maupun aktivitas Morgan sehari-hari. Salah satu topik yang banyak ditanyakan adalah pengelolaan Candi Borobudur serta persepsi masyarakat yang masih memandang situs keagamaan tersebut sebagai objek wisata biasa. Akibatnya, banyak terjadi mistreatment yang berpotensi merusak Candi Borobudur dan menenggelamkan nilai-nilai bajiknya.

 

“Menduduki stupa atau menginjak patung itu di luar akal sehat. Pengelola Candi Borobudur harus lebih tegas menerapkan aturan yang sesuai untuk tempat suci,” kata Morgan, “Sebagai non-Buddhis, kita juga harus menghormati.”

 

Salah satu relief di Candi Borobudur

 

Di akhir acara, para pengisi acara menyimpulkan bahwa Borobudur tidak hanya memiliki bangunan yang megah dan relief yang indah, tapi juga nilai filosofis yang bisa membuat kita lebih bahagia, yaitu welas asih dan keberagaman. Bisa dibilang bahwa Candi Borobudur adalah simbol dari Bhinneka Tunggal Ika. Karena nilainya universal, umat Buddha maupun bukan boleh datang ke Candi Borobudur asal tetap bersikap hormat selayaknya di tempat suci. Agar itu bisa terwujud, anak muda perlu seperti Morgan, bangga dengan Borobudur karena nilai luhurnya serta melestarikan dan peduli terhadap Candi Borobudur, lalu mempromosikan Borobudur dengan karya agar candi ini bisa beken bangunannya sekaligus beken nilai bajiknya.

 

 

Teks: Lamrimnesia Foto: Bill Fairs (Unsplash), Borobudurpark.com, Liputan6.com
Comment