MENDRISIO DAN LUGANO = LU GUA NONGKRONG DI SWISS! 2022-11-03 20:15

Danau Lugano

 

Di komplek dekat rumah saya di Tangerang ada kompek ruko yang dinamai “Mendrisio”, dan sebuah kafe “Lugano” dekat cluster Milano. LuGaNo di sini konon singkatan dari: Lu Gua Nongkrong! Nah, ternyata di ujung selatan Swiss ada tempat yang menjadi inspirasi ketiga nama ini. Ya! Kota Mendrisio adalah kota perbatasan antara Swiss dan Italia dari arah Milan, sementara Lugano adalah nama sebuah danau besar dan kota di Swiss. Jarak tempuh dari Milan ke Lugano hanya 1 jam! Kalau Trippers ada kesempatan, coba deh sewa mobil dan berkendara ke Swiss dari Milan. Relatif dekat dan kalau bisa lihat negara lain, kenapa tidak?

 

Lugano dan Mendrisio

 

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pastikan visa kamu visa Schengen, yang berarti bisa juga untuk masuk ke Swiss. Kedua, di Italia bisa bayar jalan tol dengan uang tunai, tapi di Swiss tidak bisa: harus beli stiker seharga EUR45 yang berlaku satu tahun. Tapi kalau dari Milan ke Lugano saja, tidak perlu. Begitu masuk Swiss, atur saja GPS untuk menghindari jalan tol. Maka kamu justru bisa melihat keindahan desa-desa di Swiss walaupun jadi agak jauh sedikit jalannya. Ketiga, ketika kami berkunjung di musim gugur tahun 2022, bensin di Swiss lebih mahal dari Italia. Jadi, pastikan isi bensin dulu di Italia biar irit!

 

Yang disebut “perbatasan” kami lalui dengan semangat. Hanya ada bangunan kecil bertuliskan “Dogana” di sebelah kiri, yang artinya Bea Cukai alias Customs. Mobil beriring pelan melalui portal, di sisi Italia dijaga Carabinieri, di sisi Swiss dijaga Polizei. Begitu masuk, banyak sekali pom bensin dan toko-toko yang menjual stiker tol. Plang nama jalan berubah dari coklat menjadi putih, dan ada suatu aura lain yang terpancar dari Swiss. Negara netral di Perang Dunia II, demokrasi terbaik di dunia, salah satu terkaya di dunia. Damai, bersih, rapi, teratur. Bukan teratur garang ala Jerman. Tapi, teratur karena mau diatur. Selamat datang di Schweiz/Svizerra/Suisse/Switzerland!

 

Masuk ke Swiss

 

Pemandangan Lugano

 

Kami langsung disuguhi pemandangan luar biasa indah dari Danau Lugano. Tebing-tebing granit tinggi terjun bebas menuju permukaan air danau raksasa, yang hanya bisa dibandingkan dengan Danau Toba di Sumatera Utara atau Danau Laut Tawar di Aceh. Kalau Danau Garda di Verona Italia tepiannya landai, di sini tepiannya curam, mungkin ini tebing yang terisi air. Bahkan sampai ke cakrawala nampak siluet biru Pegunungan Alpen yang membentuk danau sampai ke Italia. Jalanan membelah tebing, dengan sebuah jalur kereta SBB alias Kereta Api Swiss di sisi kanan jalan, lalu sebuah kereta berhidung mancung ngageleser alias melesat halus mendahului kami. Seolah belum puas menghibur kami, jalanan membelok lalu menyeberangi danau, menghadirkan keindahan Danau Lugano di kiri dan kanan kami dengan gamblang. Hawa pegunungan yang segar menyergap ketika buka jendela, mengingatkan kami akan permen Ricola. Semriwing!

 

Danau Lugano

 

Danau Lugano

 

Danau Lugano

 

Salah satu sudut Danau Lugano

 

Kota Lugano terletak di salah satu sisi danau. Kami pun mencari parkir, dan agak panik ketika sadar bahwa kami tidak punya koin Swiss Franc --di sini duitnya beda! Untung mesin parkir mau “menelan” koin Euro, meskipun rugi sedikit karena nilai Franc lebih rendah dari Euro. Kami pun berjalan kaki di sekitar Kota Lugano yang indah sekali. Mentari bersinar lembut di atas sana, langit biru cerah khas pegunungan nampak sangat indah. Ada jalur pejalan kaki, jalur sepeda, bahkan odong-odong ala Swiss yang siap menghibur pengunjung.

 

Kota Lugano

 

Pusat kota Lugano

 

Tangga kuno di sisi kota

 

Indahnya Danau Lugano dengan sinar mentari

 

Odong-odong ala Swiss

 

Kami menemukan sebuah bangunan bekas gereja kuno yang punya nilai sejarah, yang dijadikan toko-toko. Kelihatan, orang Swiss ini gemar berdagang! Di mana-mana nampak toko jualan produk tradisional khas Swiss seperti Rolex, Audemars Piguet, Longines, Omega, Tissot, dan lain-lain. Mentereng! Kapan atuh UKM kita bisa begini? Nggak kebanyakan dagang makanan “keripikisasi, dodolisasi, dan manisanisasi” seperti istilahnya Chef Ragil Imam Wibowo. Yuk, jangan mau kalah!

 

Salah satu bangunan lama dijadikan toko

 

Salah satu bangunan di sisi jalan

 

Setelah puas menikmati keindahan Lugano, kami menuju sebuah rekomendasi Google. Namanya Fox Town, bukti lagi bahwa bangsa Swiss ini jago dagang! Fox Town yang terletak di Mendrisio adalah factory outlet indoor yang cukup besar. Namanya orang Indonesia, harus bawa oleh-oleh bukan? Nah, inilah tempatnya. GPS kami mengarahkan kendaraan ke Mendrisio, yang asli, bukan Mendrisio-nya Kabupaten Tangerang. Fox Town ini parkirnya gratis, penuh mobil berpelat Italia dan luas seperti mal di Amerika. Isinya adalah ratusan toko “factory outlet” alias barang pabrik yang boleh dijual murah di dekat lokasi produksinya. Di sini sekali lagi kita berjumpa produk tradisional Swiss seperti Bally dan Swatch, yang memajang barang dagangannya dengan harga 1/3 dari normal. Dan, masih bisa dapat pengurangan pajak lagi!

 

Fox Town Mendrisio

 

Ya, di Swiss jika kita belanja lalu barangnya dibawa keluar negeri (Italia misalnya) maka kita akan mendapatkan uang karena pajak kita dikembalikan. Memang di Italia juga bisa begitu, tapi repotnya harus diurus persis sebelum check in di bandara ketika mau pulang. Nah, problemnya ada antrean cukup panjang untuk mengurus pengembalian pajak ini di bandara, sehingga sering kali bikin deg-degan. Tapi kalau kita ke Swiss, lalu sorenya kembali ke Italia, maka pengembalian pajak bisa diurus di perbatasan Swiss-Italia, dan uang cash bisa langsung diambil di counter “GST Refund” di Fox Town. Wow, mantap! Saya menerima uang dengan kagum: baru kali ini melihat bagaimana negara mengembalikan uang pajak tanpa diperiksa. Pantesan, Swiss cepet maju!

 

Namun ada satu PR-nya lagi: meskipun uang sudah di tangan, invoice harus dicap lagi di perbatasan ketika kembali ke Italia. Oke! Dengan sigap kami berkendara kembali ke Italia, dan berharap ketemu gedung “Dogana” lagi. Ternyata, kami berkendara lewat jalan-jalan kecil sampai plang nama jalan berubah jadi coklat. Lho? Kok sudah masuk Italia? Rupanya, “Dogana” baru dilewati kalau kita melalui jalan tol dari Italia, sementara dari sisi Swiss GPS kami sudah diset menghindari jalan tol. Alamak!

 

Karena kuatir kena masalah, kami mencari Dogana dan akhirnya ketemu. Setelah masuk ruangan Customs, mbak yang sedang jaga di counter menggeleng. “Ini Italia, bukan Swiss! Swiss di sana…” katanya menunjuk pos sebelahnya. Jadilah kami berkendara 10 meter melewati batas negara, parkir, dan masuk lagi ke Customs Swiss. Cap, selesai! Sang petugas Customs rupanya sadar kami tadi kebablasan. Jadi, dengan sigap dia membantu kami putar balik dengan menyetop arus kendaraan, supaya kami bisa balik ke Italia dengan aman. “Have a good day!” katanya sambil senyum, dengan logo “CUSTOMS” besar di jaketnya. Nah, ini lho yang dimaksud Pak Jokowi pelayanan Imigrasi dan Customs yang “Memudahkan dan Melayani”! Justru malah bikin kami betah belanja dan menyumbang devisa lebih banyak lagi. Swiss, memang menawan di hati!

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment