VATIKAN DAN ROMA: DI ATAS BATU INI… 2022-10-15 00:00

Pemandangan dari Basilika Santo Petrus

 

Tu es Petrus, et super hanc petram aedificabo ecclesiam meam

Kamu adalah Petrus, dan di atas batu (petros) ini Aku akan mendirikan umat-Ku

(Injil Matius, yang diukir di dasar kubah Basilika Santo Petrus)

 

Roma! Konon, banyak jalan menuju Roma. Dan begitu masuk Kota Roma, kami melihat akibatnya: agak berantakan, banyak sekali mobil yang parkir di pinggir jalan! Dibandingkan Milan, Roma ini lebih mirip Jakarta: semrawut dikit, tapi seru! Jalanan naik turun dan perempatan miring-miring, maklum kota ini sangat tua, bahkan ada satu perempatan yang mirip Cideng. Di tahun 2022, Kota Roma merayakan ulang tahunnya yang ke 2.775! Pantas saja lalu-lintasnya agak berantakan, walaupun masih mending dibanding Red Earth alias Tanah Abang di Jumat sore.

 

Dan kalau Jakarta punya Kota Tua, Roma malah punya negara sendiri di tengah kotanya: Kota Suci Vatikan! Inilah tujuan pertama kami, setelah mengikuti petunjuk Google Maps dan mengambil kereta Trenitalia dari hotel menuju stasiun Rome San Pietro. Di sini kami turun dan mengikuti arah petunjuk yang membawa kami ke sebuah dinding benteng besar setinggi 3 meter, sekilas mirip tembok keraton di Solo. Di beberapa tempat nampak sebuah simbol dua kunci yang bersilang dan bendera kuning-putih. Inilah batas negara Vatikan! Daripada naik bus, memang sensasi melewati batas negara seperti ini lebih asyik kalau berjalan kaki. Kita bisa melihat bagaimana Italia berhenti dan Vatikan dimulai: warna marka jalan berubah, sebuah mobil tentara nampak berjaga di portal yang membatasi jalan “Via della Conciliazione” yang mirip Malioboro, jalan besar menuju Basilika Santo Petrus. Mobil polisinya berubah, dari Fiat jadi BMW elektrik. “Mungkin disumbang sebagai zakat dari perusahaan BMW nih!” kata seorang teman. Benar juga!

 

Simbol negara Vatikan

 

Tentara Vatikan

 

Melewati tembok batas negara, suasana suci mulai terasa. Tidak formal, namun ada wibawa tersendiri dari mantan pusat kekuasaan Eropa Barat ini. Kami berjalan menuju Lapangan Santo Petrus dengan menara batunya --konon tempat di mana sang martir tewas dengan posisi disalib terbalik. Tempat ini ramai sekali! Beberapa grup membawa bendera, paling semangat adalah serombongan Brazilia --maklum bosnya sekarang orang Brazil! Lapangan ini jadi melting pot berbagai negara, bahkan kami bertemu dengan dua suster asal Kupang yang sudah 11 tahun bertugas di Vatikan. Kami langsung mengantre masuk ke Basilika Santo Petrus --antrean panjang yang memakan waktu hampir 2 jam. Meskipun antreannya bebas tanpa petugas, tapi pengunjung nampak tertib mengantre. Ya iyalah, malu ah masak di gereja mau nyerobot antrean?

 

Lapangan Menara Santo Petrus

 

Menara Santo Petrus

 

Ada perubahan penting setelah pandemi: rupanya wadah air suci yang biasanya ada di pintu masuk, kini ditiadakan. Saya masuk ke basilika dan seperti banyak orang lainnya, langsung kagum dengan interior tempat ini. “Please remove your hat!” kata seorang pengunjung pada saya. Ah benar, ini tempat ibadah! Meskipun secara umum lebih mirip museum raksasa. Sudah tidak ada kursi lagi, kini ruangannya kosong sehingga pengunjung bebas berkeliling menikmati keindahan bangunan. Ada patung Santo Petrus dari perunggu, yang konon separuh telapak kakinya hilang karena dulu dipegang peziarah yang wajib bertakzim ke sini. Marmer, marmer dan marmer indah di mana-mana! Lantai berkilauan dengan marmer terbaik se-Eropa, dan dinding dipenuhi peringatan akan peristiwa penting seperti ketika Paus Leo menahan serangan Attila dari Hun untuk menghancurkan Kota Roma di abad ke-4. Konon, Attila takut karena nama “Leo” juga berarti singa!

 

Kubah Basilika Santo Petrus

 

Atap Basilika Santo Petrus

 

Interior Basilika Santo Petrus

 

Interior Basilika Santo Petrus

 

Ruangannya kosong di Basilika Santo Petrus

 

Patung Santo Petrus

 

Ukiran Paus Leo (kiri) menahan serangan Attila Bangsa Hun (kanan)

 

Altar utama

 

 

Setelah puas menikmati interior Basilika Santo Petrus, kami menuju tujuan berikutnya: Colloseum! Untuk ini kami menggunakan kereta bawah tanah kemudian berjalan kaki. Colloseum sayangnya sudah terlalu penuh sehingga kami hanya bisa melihat dari luar. Dibanding Arena di Verona, ini besar sekali! Batu-batu raksasa tersusun tinggi, kebayang situasi 2.000 tahun yang lalu ketika tempat ini masih riuh-rendah oleh para gladiator, hewan-hewan buas, dan pejabat negara Romawi yang menonton di tribun. Di depannya berdiri megah Gerbang Konstantinus, sebuah gerbang yang menjadi saksi bisu parade kemenangan tentara Romawi zaman dulu. Para wisatawan nampak ramai di mana-mana dan berfoto dengan berbagai pose. Seru!

 

Colloseum

 

Penulis di Colloseum

 

Gerbang Konstantinus

 

Kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju Air Mancur Trevi melewati Roman Forum. Daerah ini adalah “Medan Merdeka”-nya Romawi kuno: reruntuhan bangunan pemerintahan Kekaisaran Romawi. Di mana-mana ada simbol SPQR --Senatus Populus Que Romanus (Senat dan Bangsa Romawi), sebuah singkatan yang saya kenal dari komik Asterix & Obelix. Saya merinding melewati wilayah ini, karena nilai sejarahnya yang luar biasa. Julius Caesar, kantornya di situ!

 

Roman Forum

 

Sisa bangunan Roman Forum

 

Di kanan jalan ada rumahnya Kaisar Agustus yang memerintahkan survey sehingga Maria dan Yusuf berangkat ke Betlehem. Kaisar Nero, dan juga Caligula (ada yang pernah nonton filmnya?) semuanya pernah hidup dan berkegiatan di sini. Dan sampai sekarang Kota Roma ini masih ramai dan melahirkan tokoh-tokoh baru. Kami berjalan di Via dei Fori Imperiali --Malioboronya Roma-- sambil menikmati jalan-jalan besar, diiringi nyanyian merdu penyanyi jalanan. Indah!

 

Patung Kaisar Agustus di Roman Forum

 

Sebuah bangunan raksasa di ujung jalan mengagetkan kami. Inilah Altare della Patria, Altar Tanah Air Bangsa Italia yang dibangun oleh Raja Victor Emmanuel II tahun 1935. Patung raksasa sang raja nampak megah di depan bangunan, dengan patung-patung indah mengitarinya. Di depannya ada dua tiang bendera raksasa, di mana berkibar warna hijau, putih, merah --bendera Italia! Di sini saya sedikit paham mengenai jiwa bangsa ini. Biasanya mereka terkenal gondrong, nekat, bandel dan semaunya. Tapi, lihat bangunan besar ini! Inilah jiwa Italia: indah, raksasa, dan pernah menakluklan dunia!

 

Altare della Patria, Altar Tanah Air Bangsa Italia

 

Dari sini kami melewati gang-gang kecil yang menawarkan pemandangan berbeda dari Kota Roma. Warna bangunan yang cantik, etalase kayu menarik, nampak berjajar mirip dengan Danau Garda. Mumpung di Roma, kami pun mencicipi gelato, dan tak lama kemudian kami sampai di Air Mancur Trevi. Ah, betapa ikoniknya tempat ini! Dibangun di abad ke-18 oleh Nicola Salvi, mitosnya melempar koin ke kolam sudah ditiru di seluruh dunia dari Amerika sampai Mal Summarecon Serpong! Puluhan turis bergantian melempar koin ke arah belakang yang konon bisa membuat kita kembali lagi ke Trevi. Hanya, saya terkejut betapa ramainya tempat ini! Seolah tak ada lagi tempat untuk duduk. Ya, orang Eropa lagi menikmati musim panas bebas pertama setelah Covid, sebelum memasuki “Winter is Coming” karena tetangganya Mister Putin sedang meradang. Tapi, inilah salah satu jiwa Italia. Nikmatilah apa yang ada, hidup adalah anugerah, atau dalam bahasa Italia: La Dolce Vita. Viva Italia!

 

Gelato

 

Air Mancur Trevi

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment