LAPORAN DARI MANDALIKA (1): ICIP-ICIP ALA LOMBOK DAN BIMA 2022-03-21 21:20

Ikan Bakar Sambal Bima di Kemangi Resto

 

Kami menempuh perjalanan yang panjang menuju Mandalika: menggunakan mobil dari Jakarta ke Lombok. Jalur Jakarta - Surabaya - Bali sudah sering dibahas, jadi yang menarik adalah leg terakhir perjalanan ini: Bali ke Lombok via ferry.

 

Purnama di Mandalika

 

Pelabuhan ferry ke Lombok ada di Padang Bai, kira-kira 1 jam 30 menit dari Kuta. Jalurnya ke arah timur, melalui Pantai Lebih dan Goa Lawa. Kami sampai di pelabuhan kecil, namun cukup rapi. Pembelian tiket tidak bisa melalui Ferizy.com, tetapi harus gesek e-money. Untuk kendaraan jeep tarifnya Rp1.025.000. Surprisingly, ada penjual nasi bungkus yang cukup enak! Setelah menunggu selama 1 jam, akhirnya kami diperbolehkan masuk ke kapal. Perjalanan dimulai!

 

Penulis di atas kapal ferry

 

Berbeda dengan Gilimanuk-Ketapang dan Merak-Bakauheni, di sini pengaturan jarak antar mobil sangat amat sempit. Semua penumpang diwajibkan naik ke dek, di mana tersedia kursi dan beberapa ambalan untuk tidur. Lama perjalanan sekitar 5 jam dari Padang Bai ke Pelabuhan Lembar di Pulau Lombok. Sepanjang perjalanan kami melalui Selat Lombok yang langsung menggoyang kapal ferry kami karena lautnya dalam. Namun, tak lama kemudian kapal masuk ke perairan Lombok yang relatif tenang, sampai merapat di Pelabuhan Lembar.

 

Pengaturan jarak antarmobil sangat amat sempit di kapal ferry Bali-Lombok

 

Bulan purnama di Selat Lombok

 

Kawasan ITDC Kuta Mandalika nampak ramai sekali ketika kami tiba. Perjalanan dari Pelabuhan Lembar ditempuh dalam waktu kira-kira satu jam, termasuk singgah mencicipi kuliner Lombok: Nasi Puyung! Lokasinya di Nasi Balap Puyung RM Cahaya, di bypass Bandara Internasional Lombok. Di sinilah pertama kali saya mencicipi kuliner Lombok di tempat aslinya: menarik! Nasi puyung hadir dengan ayam kampung goreng bumbu kesune cekuh (bawang putih dan kencur), lalu ada suwiran ayam tapi bukan ayam pelalah. Ada irisan kentang goreng mustofa yang dicampur abon, plus semacam urap. Menarik! Kami juga memesan sop bebalung: sop iga sapi yang kuahnya kuning dan diberi daun kecil yang disebut “daun asam”. Rasanya beda dengan versi Sop Balung Bali: bumbu base genepnya lenyap. Jadi, lebih mirip sop, dengan aroma daun asam yang khas. Bandrol sekitar Rp30K, plus teh panas yang jadi penyegar setelah 5 jam di ferry.

 

Nasi Balap Puyung RM Cahaya

 

Sop bebalung dengan daun asam

 

Kami beruntung bisa menginap di Puri Rinjani persis di depan Pantai Kuta Mandalika. Ceritanya cukup panjang: bookingan kami dibatalkan sepihak oleh homestay pertama, sehingga kami sempat berpikir menyewa tenda atau tidur di mobil. Beruntung, seorang sahabat dari Bali kebetulan mau ke Mandalika juga dan memiliki satu kamar kosong. Puri Rinjani pula! Sebuah hotel cantik dengan bungalow beratap khas Lombok, lengkap dengan kolam renang dan Restoran Taku yang menghadap ke pantai. Tak heran, beberapa kru MotoGP juga menginap di sini. Eh, apakah itu Marc Marquez, sedang pakai celana pendek nongkrong di depan kamar?

 

Puri Rinjani dengan bungalow beratap khas Lombok

 

Suasana Puri Rinjani

 

Santap malam di Pantai Kuta Mandalika, punya banyak pilihan. Salah satunya adalah Kemangi Resto --sebuah restoran modern dengan konsep makanan Indonesia. Saya acungi jempol resto ini, karena dapur dan krunya tetap sigap (dan tabah!) menghadapi serbuan tamu penonton dan official MotoGP. Servisnya tetap baik, rasanya pun enak! Meskipun khas Lombok adalah ayam taliwang, mata saya tertuju pada hidangan lain: ikan bakar sambal Bima!

 

Ayam taliwang di Kemangi Resto

 

Sop bebalung di Kemangi Rseto

 

Kota Bima adalah kota terbesar di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Daerah ini punya hidangan khas yang namanya Sambal Bima, konon “mentah” dan bisa bikin sakit perut karena pedasnya. Saya memesan ini, dan yang hadir adalah dua irisan tebal ikan mahi-mahi yang dipanggang sempurna, plus irisan dadu tomat, bawang merah, dan irisan cabai rawit dengan dressing minyak kelapa. Rasanya? Menarik! Sebuah hybrid antara sambal matah Bali dan dabu-dabu Manado. Kalau dabu-dabu pedas segar, sambal matah pedas gurih, ini ada segarnya, tapi kuat bawang merah dan minyak kelapanya. Sedap! Saya juga sempat mencicipi rendang Bima, juga hidangan Kota Bima yang menyajikan rendang mirip rendang Jambi, yang basah dan berempah. Bandrolnya kira-kira Rp150K per menu dengan servis yang sangat baik. Dan kalau mau menginap, Kemangi juga memiliki kamar yang disewakan.

 

Rendang Bima di Kemangi Resto

 

RM Kemangi Bar & Restaurant

0370 7561777

 

Nasi Balap Puyung RM Cahaya

081907959758

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

Baca juga: "Laporan dari Mandalika (2): Bukan Balapan Biasa"

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment