PEKALONGAN, KOTA SEJUTA CITARASA 2020-10-17 18:05

Tauto Pekalongan

 

Ketika saya dan Lidia Tanod diminta memberikan ide kota mana yang layak diajukan sebagai “World Heritage Culinary” di Pulau Jawa, maka jawaban kami ada dua kota: Pekalongan dan Kudus. Karena, kedua kota kecil ini memiliki kuliner yang khas, tajam keunikannya, dan konsentrasi kulinernya sangat tinggi. Masak sih? Mari kita bahas satu kota dulu: Pekalongan.

 

Saya sejak kecil akrab dengan Kota Pekalongan karena keluarga ayah saya berasal dari situ. Andalan utamanya: tauto, sebuah soto khas Pekalongan yang berbahan khas tauco. Fermentasi kedelai ini banyak diproduksi di Pekalongan, salah satunya Toko Pulau Djawa (0285 422359) yang juga menjual kecap dan emping melinjo, sebuah komoditi unggulan Desa Limpung, wilayah sebelah timur dari Pekalongan. 

 

Baca juga: "Dilema Otentik Modern Kuliner Kita"

 

Kecap dan emping juga disantap bersama tauto, yang selain soun, bahannya adalah irisan daging sapi/ayam rebus, yang dibubuhi sesendok tauco dan ditaburi irisan daun bawang dan seledri. Langkah terakhir adalah menyiram kuah kaldu sapi ke mangkok tauto, menguapkan aroma sedap yang sangat khas: manis gurih, lembut namun bikin kangen. Inilah napas kuliner Pekalongan! Coba saja cicipi di Tauto Pekalongan Bang Dul (0856 42736336). 

 

Tauto Pekalongan sebelum disiram kuah

 

Langkah terakhir: menyiram kuah kaldu sapi ke mangkok tauto

 

Tauto Pekalongan siap disantap

 

Selain tauto, Pekalongan punya dua jurus kuliner lagi. Yang pertama adalah cumi hitam. Cumi yang dimasak dengan tintanya (bahasa Italinya “al nero di seppia”) ini berbeda rasa dengan gagrak Cirebon: di Pekalongan sedikit lebih basah dan tidak terlalu asin. Biasa disantap dengan nasi panas dan megono, sebuah hidangan khas Pekalongan juga dari rajangan kecombrang dan nangka muda. Teknik mengambil tinta cumi dari kantung kelenjar berwarna kuning emas di badan cumi, rupanya sudah lama ada di sekitar Cirebon-Pekalongan. Gabungan megono dan cumi hitam bisa ditemukan misalnya di Warung Tjukup, Jl. Manggis, Pekalongan (0877 56777798). 

 

Cumi hitam

 

Terakhir, hidangan kuno yang semakin jarang: opor ayam goreng ala Pekalongan. Saya selalu menyantap hidangan ini sejak kecil, dan baru setelah dewasa menyadari potensinya. Sepintas hidangan ini nampak seperti ayam goreng biasa --disajikan seekor. Namun ketika dibuka, isi perut ayam ini berisi bumbu berwarna hitam. Nah, bumbu ini rasanya gurih dengan aroma asam manis buah beri, seperti saus zaitun hitam. Aroma beri ini rupanya datang dari buah cerme yang digunakan sebagai bahannya. 

 

Opor ayam goreng ala Pekalongan

 

Karena buah cerme semakin sulit ditemukan, kini digunakan kedondong muda untuk menggantinya: rasa asam tangy, sedikit manis, sangat cocok disantap dengan nasi panas! Bumbu yang sama digunakan untuk mengungkep ayamnya, sehingga rasanya pun berbeda dengan ayam goreng biasa. Unik, mak nyus! Untuk pemesanan bisa ke Ayam Opor Ingkung Goreng Bu Ranti, 0815 4208 5677.

 

Masih banyak lagi kuliner khas Pekalongan yang belum dibahas: pecak cucut, megono gurih, kue mangkok, sampai nasi kebuli dan gule yang kental pengaruh Arab. Belum lagi, potensi bahan rempah jamu di Pekalongan, di mana masyarakat masih bisa membeli jamu racikan dalam bentuk rempahnya --sebuah praktek yang kini semakin jarang ditemukan. Biasanya, toko bahan jamu seperti ini juga menyediakan bumbu masak, seperti bumbu kebuli, gule, dan bumbu tauto, misalnya toko-toko sepanjang Jalan Sultan Agung.

 

Baca juga: "Tak Kenal Maka Tak Lonsay"

 

Yuk, setelah pandemi usai, kita kunjungi Pekalongan dan nikmati sejuta citarasanya! Siapa tahu kota ini suatu saat berhasil mendapat gelar “World Heritage Culinary City” dari UNESCO!

 

Catatan: Artikel ini dibuat untuk mengenang almarhumah Theresia Suhartati Yuwono (Tan Siang Ing), sepupu ayah saya dan pecinta kuliner Pekalongan, yang baru saja dipanggil Yang Mahakuasa.

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia.

 

 

Teks & Foto: Harnaz tagore (Harry Nazarudin)
Comment