JARINGAN JENGKOL NUSANTARA 2021-11-27 21:30

Gudeg Jengkol Bu Lilim

 

Ada dua contoh senyawa kimia dunia yang diberi nama Indonesia karena berasal dari Tanah Air --dua-duanya berhubungan dengan makanan! Yang satu adalah Asam Bongkrek (C28H35O7) dari tempe bongkrek, dan satu lagi Asam Jengkolat (C7H14N2O4S2) dari… jengkol tentu saja! Jengkol atau nama latinnya Archidendrum pauciflorum adalah tanaman polong-polongan yang memiliki bau khas, dengan buah berbentuk polong yang bentuknya gepeng. Aromanya yang kuat bahkan terbawa sampai ke toilet adalah akibat adanya senyawa sulfur atau belerang (S) dalam molekulnya. Pernah ke Tangkuban Parahu atau Merapi, lalu melihat kristal kuning dengan bau seperti gas usus besar? Ya, itulah belerang! Baunya agak mirip bukan?

 

Jengkol, terutama banyak ditemukan di wilayah Jawa Barat. Nah, ada satu tempat makan yang baru-baru ini saya cicipi dan ternyata menyajikan bentuk fusion dari Jawa Sunda: gabungan antara gudeg dan jengkol! RM Gudeg Jogja Bu Lilim terletak nun jauh di pedalaman Sukabumi, setelah exit tol di Cikereteg. Jangan kaget kalau antrean cukup panjang menjelang makan siang: maklum tempat ini adalah tempat favorit para karyawan pabrik di sekitar Benda, Sukabumi.

 

Baca juga: “14 Tempat Makan & Santai Semi Outdoor di Bodetabek, Cianjur, Bandung, & Sukabumi (Bagian 3-Tamat)

 

Agak aneh melihat kata “Sugeng Rawuh” - “Selamat Datang” dalam bahasa Jawa di sini, karena biasanya “Wilujeng Sumping”. Penyajiannya dengan cara prasmanan, di mana kita memilih lauk dan bayar belakangan dengan sistem “pengakuan dosa” (atau bahasa Sundanya “darmaji” --dahar lima ngaku hiji, alias makan lima ngakunya cuma satu). Di display terlihat gudeg kering gelap gagrak Yu Djum dengan krecek yang juga sesuai: warna gelap, dengan kacang tholo/kedelai. Lalu ada tempe dan tahu bacem, telur pindang, dan… ikan pesmol? Ieu Sukabumi, A! Ada gulai ayam, gulai daun singkong, gepuk, dan juga jengkol. Jengkol?

 

Sajian di piring saya adalah fusion Jawa Sunda yang sesungguhnya! Jengkol, krecek, gudeg, telur pindang, pecel, dan ikan nila pesmol. Saya cicipin dulu pesmolnya: wuih, enak! Baru saya sadar, bahwa teknik pesmol dengan waktu masak lama dan bumbu yang banyak, sangat cocok dengan budaya kuliner Jogja. Lalu, jengkolnya dimasak semur, khas Jabar, disantap bersama gudeg yang berbumbu khas. Teksturnya berserat, gurih-manis, dan sesekali diseling krecek yang asam-pedas menyegarkan. Rupanya, jengkol dengan tekstur seperti kentang dan aroma nutty belerang, cocok juga bergabung dengan gudeg! Unik!

 

Tak disangka, persis besoknya saya ketemu jengkol lagi. Kali ini perwakilan budaya kuliner kedua selain Sunda yang gemar jengkol: Betawi! Kebetulan saya mampir ke “Le Madame Joie” alias Encim Sukaria, tonggak kuliner Kota Lama Tangerang di Jl. KH Soleh Ali. Dipesanlah satu porsi nasi uduk, dan lontong sayur untuk makan malam. Ruangan masih sama seperti dulu, dengan foto Alm. Pak Bondan di dinding dengan kaus merah.

 

Lontong sayur Encim Sukaria

 

Encim Sukaria

 

Bagaimana rasanya? Hmmm, ini sih sudah legendaris ya. Jika di Gudeg Bu Lilim kita bertemu selera Sunda yang cenderung manis, kali ini Tangerang menyapa dengan lembut namun tahan lama bak Sutra warna hitam! Komponen nasi uduknya: kentang, nasi uduk, acar timun, bihun, dan… jengkol! Nasi uduk di sini lembut, acarnya asam dan jadi kondimen yang cocok untuk nasi yang gurih. Semur kentangnya sedap, dibubuhi bawang merah goreng. Dan yang istimewa adalah rempeyek udangnya! Aroma udangnya kuat, empuk di dalam namun renyah di luar. Bihun gorengnya menyediakan tekstur unik dan rasa gurih yang pas dengan nasinya.

 

Rempeyek udang Encim Sukaria

 

Bagaimana rasa jengkolnya? Seingat saya, semur jengkol Betawi apalagi versi Tionghoa, lebih light dan tidak semanis versi Sunda. Jengkolnya sudah disiapkan supaya tidak terlalu berbau, sehingga mirip sekali dengan kentang, namun ada aroma lain lamat-lamat melambai dari puncak Gunung Merapi. Sedap, pas menjadi pendamping nasi uduk! Kenapa saya bilang “seingat saya”? Karena, ketika baru saja mau menyantap jengkol alias “kancing lepis” bahasa Betawinya, ada informasi yang masuk di Grup WA: “Har, hati-hati, banyak makan jengkol bisa menyebabkan asam urat!” Waduh, padahal baru saja dapat laporan dari Prodia bahwa saya harus mengurangi Asam Urat (C5H4N4O3) yang bisa mengkristal di persendian dan mengirim kristal fosfat dalam urin. Jilakak! Terpaksa saya menelan ludah dan mengingat-ingat, gimana ya rasa semur jengkol Encim Sukaria?

 

Semur jengkol Encim Sukaria

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment