“ZIARAH KULINER” DESA LES DI BALI SAMBIL MEMETIK JERUK KINTAMANI 2022-06-12 00:05

Lawar cumi

 

Dapur Bali Mula di Desa Les (reservasi: 0813 3713 0088) masih layak menjadi “tujuan wajib” bagi penggemar kuliner Bali. Kali ini, kami memulai perjalanan dari Ubud, dengan jarak tempuh kira-kira 2 jam. Kami berangkat pagi-pagi, supaya tiba di Dapur Bali Mula tepat jam 12 siang.

 

Perjalanan dari Ubud ke Kintamani mungkin sudah biasa ditempuh banyak orang. Sekarang memang ada penyekatan bayar tiket masuk di Kintamani, tapi jangan kuatir: bilang saja tujuannya ke Buleleng, maka Anda tidak perlu bayar. Dari Kintamani, jalanan membelok tajam ke kanan arah ke Madenan. Dari sini, pemandangan mulai luar biasa! Tanjakan tajam dan turunan silih berganti, belokan pun kita perlu hati-hati. Namun, pemandangannya: aduhai! Bentang alam arah Kintamani akan berganti kabur awan, dan dari kabur awan ini tiba-tiba lansekap menukik tajam ke bawah dan terlihat lautan samudera nun jauh di sana. Di gunung yang berkabut, tapi melihat laut! Luar biasa!

 

Perjalanan ke Desa Les

 

Kami tiba di Desa Les kira-kira menjelang makan siang, masih ada sedikit waktu. Jadi, kami pun menyusuri jalan lintas utara Pulau Bali yang punya atmosfer unik: mengingatkan saya pada Pantura Jawa di awal tahun 1980-an, waktu belum seramai sekarang. Deretan desa-desa kecil yang terhubung oleh satu jalan besar, di mana sebagian bisnis adalah “bisnis singgah” --melayani keperluan truk atau bus yang melintas. Suasana sepi, bahkan sleepy, namun tidak terpencil. Di Desa Tembok, kami menemukan The Kirana, sebuah komplek villa yang bersih dan cantik. Rupanya, wilayah ini semakin berbenah!

 

Baca juga: “Les is More! More! More! (Bagian 1 - Makan Siang)

 

Chef Yudi sudah menyambut dengan ramah bahkan sebelum kami turun dari mobil. “Selamat Hari Raya Galungan, Mas!” saya menyapa, disambut jabat tangan erat. Setelah turun, anak-anak langsung menuju ke meja makan. Sudah ada ikan goreng tepung khusus untuk mereka. Sementara yang dewasa, perlu sedikit menunggu…

 

Hidangannya istimewa, seperti biasa. Kami beruntung: tadi pagi ada tuna segar, sehingga irisannya langsung disajikan sebagai sashimi dengan kondimen kecap dan arak, plus cabai rawit dan dibubuhi jeruk limau. Ini dia, sashimi ala Indonesia! Segar, pedas, sedap dengan tekstur khas daging tuna. Sebuah appetizer yang luar biasa!

 

Sashimi tuna ala Indonesia

 

Lalu, hidangan utama tiba. Sate lilit ikan dan sate ikan potongan dadu hadir bersama sambal matah yang disajikan segar, fresh from the talenan. Segini saja sih sebetulnya cukup, tapi Chef Yudi biasanya tidak rela kalau tamu yang datang dari jauh hanya “cukup” saja komentarnya! Masih ada sup ikan, lalu lawar yang segar, kemudian urutan dan lawar cumi. Kali ini ada menu baru: sate cumi, yang dimarinasi dengan bumbu merica dan lada Bali. Rasanya pedas mirip andaliman, segar dan sedap!

 

Sate lilit ikan

 

Sambal matah

 

Sate lilit ikan dan sate ikan potongan dadu

 

Sup ikan

 

Sate cumi bumbu lada bali

 

 

Udah siap ini, tolong kasih tempat di meja!” kata Chef Yudi, dan voila! Satu ruas bambu berisi ikan yang sudah matang, dibuka ujungnya, lalu dituang ke piring menjadi sebuah atraksi. Ikan yang dimasak dalam bambu ini memang menjadi andalan Dapur Bali Mula. Sementara itu, anak-anak mulai dengan kegiatan favorit mereka di desa: memberi makan kelinci dan landak, atau memainkan gamelan kayu Bali.

 

Memasak ikan dalam bambu

 

Memainkan gamelan kayu Bali

 

Setelah puas makan dan bermain, menjelang sore kami pun pamit untuk kembali ke Ubud. Setelah Kintamani, ternyata ada satu aktivitas menarik: memetik jeruk! Salah satunya di kebun milik keluarga Trisnayani (0857 3069 0284). Dengan membayar Rp15.000 per kg, anak-anak bisa masuk ke kebun jeruk, lalu memetik jeruk sendiri! Sebuah pengalaman yang menyenangkan, karena anak-anak bisa melihat bagaimana jeruk tumbuh di pohon dan memilih jeruk yang baik untuk dipetik. Waktu terbaik untuk memetik jeruk adalah di bulan Agustus, di mana panen raya jeruk dimulai. Yuk, mampir ke Desa Les dan Kintamani!

 

Memetik jeruk di Kintamani

 

Menikmati suasana desa di Kintamani

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment