WARNA-WARNI KULINER AUSTRIA 2021-09-12 20:35

Tafelspitz dan gummiknodel

 

Sejak “kecemplung” di Desa Grafenbach Provinsi Niederosterreich, Austria, tahun 2001 lalu karena tugas, saya selalu menganggap Austria sebagai “Tanah Air Kedua” saya. Alasannya selain bahasa dialek Austria yang kini melekat di lidah saya, adalah keramahan Grafenbach dalam menerima saya dan bersahabat selama 20 tahun terakhir ini. Dan yang membuat saya jatuh cinta, tentu saja adalah makanannya!

 

Baca juga: "13 Tempat Wisata Menarik di Vienna, yang No.9 Vienna Banget!"

 

Hidangan Austria paling terkenal tentu saja adalah Wiener Schnitzel. Sebenarnya cara membuatnya sederhana: daging yang dilembutkan kemudian dibalur dengan susu dan tepung roti, lalu digoreng. Versi aslinya sebenarnya dari daging sapi muda (veal), tetapi kemudian versi daging babi lebih populer, dan versi sapi namanya “Kalbschnitzel”. Varian lainnya adalah Surschnitzel, di mana dagingnya diberi garam dahulu sehingga menjadi asin, dan Putenschnitzel, versi dari daging ayam kalkun. Cara santapnya sederhana: daging schnitzel didampingi saus dari buah beri bernama Johannisbeeren, mirip saus lingonberry di Ikea. Kemudian, sebagai pendamping ada kentang goreng, atau salad. Saladnya terdiri dari selada ungu, selada hijau, dan kentang. Kentang biasanya dicampur bawang bombay, lalu ditumbuk, diberi sedikit cuka dan didinginkan semalaman di lemari es. Sebelum disantap, bubuhi dengan Kurbiskernol, minyak dari perasan biji labu yang aromanya khas. Wow, segar dan sedap! Cocok untuk mendampingi schnitzel yang gurih dan padat. Schmeckt gut, alias mak nyus!

 

Sepiring Wiener Schnitzel klasik

 

Salad kentang dan selada ala Austria

 

Tentu saja, negara besar ini masih memiliki hidangan lain yang tak kalah menarik. Provinsi Lower Austria alias Niederosterreich tempat saya tinggal merupakan pusat agroindustri Austria karena wilayahnya berupa dataran rendah. Banyak petani di wilayah ini menyebabkan kultur kuliner petani dan peternak berkembang pesat. Para petani ini memproduksi makanan mereka sendiri, seperti roti, daging asap, dan sosis. Lalu, pemerintah Austria mengizinkan mereka membuka “warung” yang bebas pajak selama musim panas, hanya 2-3 bulan dalam satu tahun. Namanya “Mostheurige”, dengan kata Most yang berarti minuman fermentasi apel buatan sendiri yang jadi teman minum. Hidangan khas petani ini namanya “Jause” --terdiri dari roti gandum dan irisan daging, sosis, keju, dan acar cabai atau acar mentimun. Meskipun hidangan ini terbilang “ekstrim” untuk orang Indonesia --tanpa nasi, tanpa kuah, dan dingin semua-- tapi kelezatannya luar biasa, karena semua bahannya alami dan dibuat dengan tangan. Dagingnya segar, sedap, aromanya kuat, bahkan “Bratwurst” alias sosis panggang masih terasa serat dagingnya! Apalagi jika dibubuhi parutan “Kren” alias horseradish --umbi yang juga dipakai di Jepang sebagai bahan membuat wasabi. Segar, sedap, semriwing!

 

Contoh Jause, hidangan petani ala Austria

 

Saure Wurst, irisan sosis yang diberi cuka

 

Kren (saus horseradish) pada daging asap dan roti gandum

 

Nah, kalau bicara High Cuisine, Austria punya Tafelspitz. Hidangan ini adalah titisan dari masa kejayaan Kekaisaran Austro-Hungaria, yang membentang dari Swiss sampai Romania. Hidangan ini adalah favorit dari Kaisar Franz Joseph I, yang konon tidak pernah melupakan Tafelspitz setiap makan malam. Bahan utamanya dari daging sapi yang direbus lama dengan rempah dan akar sayuran, sehingga aroma dagingnya sedap mirip dengan sop buntut. Kemudian sebagai pendamping biasanya ada saus dari apel dan horseradish. Karena saya mencicipinya di Wachau dekat Sungai Danube, yang khas di sini juga adalah pendampingnya: Gummiknodel, semacam bakso dari kentang dan tepung sehingga teksturnya lembut seperti karet. Sedap!

 

Tafelspitz dan gummiknodel

 

Bicara Austria, tentu tidak lepas dari dessert. Wina, ibukota Austria sejak zaman kekaisaran sampai sekarang, adalah kota yang menjadi benchmark kota-kota termaju di dunia. Hotel Sacher, dengan kreasi utamanya Sacher Torte, sudah terkenal ke mancanegara. Sacher Torte adalah cake cokelat yang dilapisi cokelat tipis, dibuat dengan mengalirkan cokelat cair ke kue yang didinginkan sehingga cokelat membeku dengan ketebalan tertentu. Biasanya disantap dengan Schlagobers atau krim manis, dan secangkir kopi Wiener Melange, cappucino ala Austria.

 

Kemudian ada satu lagi yang legendaris: Mohr Im Hemd. Basisnya adalah kue yang dikenal dengan “lava cake”, kue cokelat dengan isian cokelat cair, ditemani krim manis. Paduan warna hitam dan putih ini yang menginspirasi namanya --Mohr Im Hemd, yang artinya “orang berkulit hitam berkemeja putih”. Nama ini sempat dituduh rasis karena istilah Mohr untuk “kulit gelap”, tetapi kemudian dibantah karena kata “Mohr” seperti di opera Othello karya Shakespeare tidak memiliki makna rasis namun hanya menunjuk pada suku bangsanya yang non-Eropa. Ada-ada saja, padahal tinggal potong dan rasakan sedapnya cokelat panas berpadu dengan kue cokelat bertekstur lembut, dunia akan baik-baik saja!

 

Mohr Im Hemd

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment