SAMBAL BUAH NAGA ALA BALIBEL CARCHUTERIE 2021-12-28 06:50

Duck confit, dimakan bersama sambal buah naga di Balibel Carchuterie

 

Wanita Bali menurut saya adalah sebuah paradoks. “Kalau kaum brahmana Bali yang perempuan seperti saya hidupnya sangat terkungkung. Zaman dulu bahkan bicara dengan lelaki yang tidak dikenal saja tidak boleh!” kata Ibu Ida Ayu Puspa Eny, yang duduk di sisi meja dengan gayanya yang elegan. Tetapi, kenyataannya banyak sekali bisnis sukses di Bali dibangun dan dipimpin oleh seorang wanita brahmana. Salah satunya, Balibel Carchuterie.

 

Kisah hidup Ibu Dayu Puspa Eny sangat beragam bak kisah Lara Croft. Mulai dari kerja sebagai wartawan Antara, lalu keliling dunia sampai ke Afrika dan Prancis. Semuanya demi mencari nafkah untuk anak-anaknya. “Kebahagiaan seorang single mother seperti saya sangat sederhana: kalau saya bisa menyediakan rumah, pakaian, dan makanan cukup untuk anak-anak saya,” kata beliau. Dan ini disiasatinya sepanjang jalan. “Ke mana pun saya pergi, saya selalu ‘mencuri’ ilmu!” katanya. Hasil ‘pencurian’ inilah yang sekarang tersaji di meja di teras Balibel Carchuterie.

 

Baca juga: “Barbarossa, Sepetak Svizerra di Pulau Dewata

 

Di meja sudah tersaji beberapa macam daging awetan atau asap yang bahasa Prancisnya “carchuterie”. Ada yang ayam, sapi, babi, dan sebuah awetan berbentuk panjang seperti dendeng. “Ini biltong, hasil ‘curian’ saya dari Afrika,” jelas Bu Dayu Puspa. Wow, menarik! Ketika digigit, rasanya intensif, tidak berbumbu seperti dendeng, tetapi dominan asin dan aroma daging berserat besar. Sambil mengunyah biltong, kok terbayang suara gendang Afrika dan pemandangan savana ala Tanzania!

 

Hidangan carchuterie

 

Biltong produksi Balibel

 

Lalu, masih ada salad buah dan roti. Satu demi satu berbagai macam aroma fermentasi dari daging kami cicipi. Ya, proses pengawetan carchuterie rata-rata melibatkan mikroorganisme, karena dimarinasi dengan berbagai minuman beragi. “Itulah asal muasalnya saya tertarik dengan arak…” kata Bu Dayu Puspa.

 

Salad buah

 

Tapi, nanti dulu! Sebelum arak, hadirlah main course hari itu: hidangan duck confit, bebek yang dimasak dengan api kecil dan waktu lama dalam lemaknya sendiri. “Ini berjam-jam masaknya!” kata Bu Dayu Puspa sambil tersenyum, dan saya mengamini sambil memisahkan tulang dari dagingnya. Plop! Mudah sekali lepas! Inilah ciri khas slow cooking. Daging bebeknya lean, matang sempurna dengan serat terburai lembut karena proses masaknya. Dan, bukan cuma itu. Ada lima mangkuk sambal yang menemani. Hah? Lima?

 

Hidangan lengkap, duck confit dan 5 macam sambalnya

 

Duck confit

 

Iya, ini juga kreasi dari tangan dingin Bu Dayu Puspa: sambal mangga, sambal jamur, sambal cabai asap, sambal terasi, dan… sambal buah naga! Sambal mangganya beda dengan sambal mencit ala Surabaya. Ini mangganya matang, jadi rasa fruity-nya yang diperkuat, dan disandingkan dengan sensasi pedas cabai. Sambal jamur, tentu saja menjadi gurih akibat kandungan protein pada jamur. Sambal cabai asap pedasnya luar biasa, sementara sambal terasinya nendang dan sedap. Namanya pun keren: Greco Mango (mangga), Vroom Vroom Mushroom (jamur), Dragon Sensation (buah naga), Sensakilla Jolokia (smoked ghost pepper). Dan ini bukan sekadar ‘sambal’, tetapi lebih ke ‘saus’ atau kondimen. Buat saya, paling unik  yang buah naga! Warnanya merah menyala, namun karena kadar gulanya rendah, buah naga menyumbang tekstur dan warna, kemudian menyerahkan rasa pada cabainya. Sehingga yang terbentuk adalah rasa asam pedas menggelora dengan tekstur lembut dan warna menyala. Unik nih, dan cocok juga disandingkan dengan duck confit ala Prancis. Sedap!

 

Greco Mango

 

Vroom Vroom Mushroom

 

Dragon Sensastion

 

Sensakilla Jolokia

 

“Segala proses fermentasi memang membutuhkan kesabaran, mungkin itu sebabnya saya sekarang jauh lebih sabar,” kata Bu Dayu Puspa. Kini kita melihat sisi lain sang ibu: kalau tadi ramah, kreatif, dan selalu tersenyum, kali ini nampak di wajahnya garis tegas seorang ibu yang teguh mendisiplinkan anak-anaknya. Beliau mulai menyajikan Arak Iwak, minuman fermentasi buatannya yang di-infuse dengan berbagai macam rasa. Sebuah proses yang tidak mudah, dan membutuhkan ‘ilmu curian’ dari Prancis untuk mencari padu-padan yang cocok. Akhirnya, tersajilah Awak Iwak rasa Mixed Berries, Jambu Menthe, dan Kopi.

 

Bu Dayu Puspa Eny dan penulis bersama Arak Iwak

 

Mixed berries adalah favorit saya. Buat yang tidak terbiasa minum arak yang tidak terlalu berasa (mirip vodka), mixed berries yang diberi rempah dan buah-buahan terasa lembut dan lebih bersahabat, namun tetap nendang dan tidak terlalu manis. Rasa kopi, unik juga cenderung keras, ‘citarasa lanang’ istilahnya di kalangan sopir truk Pantura! Dan yang rasa menthe memiliki kisah menarik, karena ini adalah fermentasi dari buah jambu menthenya, bukan bijinya. Rasanya fruity dengan aroma jambu, namun terasa keras, cocok untuk melawan cuaca dingin. Mantap! Memang, produk tradisional seperti arak membutuhkan ilmu ‘curian’ seperti Bu Dayu Puspa untuk membuatnya bisa diterima pasar global. Dan sambil ngobrol, beliau menyampaikan kabar baik: proses perizinan Arak Iwak via koperasi yang baru saja rampung. Wow, selamat! Padahal, perjuangan beliau melestarikan arak Bali sangat panjang, dengan liku-liku yang cukup menegangkan. “Saya memang nekat orangnya!” kata Bu Dayu Puspa, menunjukkan sisi lainnya lagi siang itu: sisi darah pejuang seorang Bali, semangat puputan teladan pahlawan Bali, I Gusti Ngurah Rai!

 

Selain carchuterie, Balibel juga menyediakan saus bumbu marinasi daging, berbagai selai, serta produk fermentasi unik lainnya seperti bawang hitam (black garlic) yang direndam madu. Rasanya unik dan sedap, sehat juga untuk tubuh. Yuk, mampir kalau ke Bali!

 

Saus tangy untuk memasak

 

Black garlic in honey

 

Betutu yang juga disajikan

 

Note: telepon dulu untuk resevasi ya kalau mau mencicipi bebeknya…

 

Balibel Carchuterie

Jl. Marlboro No. 41 Denpasar Bali

No. HP: 0813 3841 4000

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment