MEMBANTAH SEASPIRACY DENGAN THANKS GOD! 2021-05-13 00:15

Nasi tumpeng Bali ala Dapoer Bali Moela di Desa Les, Tejakula, Buleleng

 

“Itu dia! Di sana ada yang datang!” kata Jero Mangku Yudi alias Chef Yudi. Beberapa orang yang tadinya duduk-duduk di tepi pantai langsung terperanjat. Beberapa orang melangkah ke arah yang sama, sementara Chef Yudi masih memandang dengan tangan di atas mata, melawan sinar mentari pagi. Dari kira-kira dua lusin kapal yang nampak berlayar, ada satu yang merapat ke pantai dengan cepat. Rupanya, orang-orang yang sejak tadi terlihat nongkrong di pantai adalah pedagang ikan, yang siap membeli ikan segar dari nelayan!

 

Kapal semakin mendekat, dan orang-orang semakin banyak berkumpul. Suasana tegang, penuh semangat. Apa yang didapat hari ini? Gurita? Lobster? Entahlah. Kapal yang merapat adalah kapal kecil, yang berangkat jam 5 pagi dan kembali jam 9 pagi dengan pancing. Begitu tiba, bapak nelayan melompat sigap. Chef Yudi membantunya mengikat tali di tambatan, kapal rame-rame diangkat sampai lunasnya bertumpu pada sebatang besi yang berputar dengan dua bearing di tiap ujungnya. Disertai teriakan, sang nelayan mengaktifkan bisep dan otot dadanya untuk memutar tambatan sampai kapal aman tergantung di pantai. Peluhnya bercucuran. “Thanks God”, tulisan di lunas kapal.

 

Lunas kapal nelayan bertuliskan “Thanks God”

 

Sang nelayan melompat lagi ke buritan, dan mulai mengeluarkan harta karunnya. “Tongkol Mas!” kata Chef Yudi. Memang nggak bombastis, tapi melihat tongkolnya pun saya terkesima. Berkilau segar, masih hidup beberapa menit yang lalu! Istri sang nelayan mengambil dua-tiga ekor untuk keluarga, baru sisanya diletakkan di atas kapal untuk dijual: langsung habis diserbu pedagang ikan. “Kalau segini doang, impas dia, Kang, belum untung,” kata Chef Yudi. Namun, saya memperhatikan senyum di wajah istri dan anaknya --paling tidak, gizi keluarganya terjaga! “Mas, siang ke tempat saya ya!” kata Chef Yudi sambil menenteng beberapa ekor ikan.

 

Berebut tangkapan ikan

 

Siangnya, di Dapoer Bali Moela, saya disambut hidangan istimewa. Chef Yudi datang dengan wajah sumringah. “Ini ikannya sudah saya olah, Mas!” katanya, sambil membawa sebatang bambu dengan tutup daun pisang. Ia lalu membuka tutupnya dan... voila! Hadirlah potongan daging ikan beraroma base genep Bali yang dipanggang dalam bambu. Aih, sedap benar! Ada lagi sup ikan, dan satu set nasi tumpeng Bali. Wah, istimewa ini!

 

Satu set nasi tumpeng Bali ala Dapoer Bali Moela

 

Nasi tumpengnya terdiri dari nasi merah dan nasi putih, dengan ‘menara’ dari lima tusuk sate lilit ikan. Ubo rampenya: sambal matah, lawar cumi, ikan pelalah, serapah gurita, dan lawar daun cabe puyang. Wow! Sebuah ledakan rasa bumbu ala nelayan Buleleng: berani, tegas, kuat, dan bernas! Ikan, cumi, gurita, semuanya segar bugar. Kesukaan saya adalah sate lilitnya dengan aroma ikan yang terasa sedap, serta serapah gurita yang kenyal nikmat. Namun, itu belum semua.

 

Baca juga: “Mencicip Mentari di Tejakula

 

“Ada tamu istimewa nih, Mas!” kata Chef Yudi, membawakan jagoan yang datang belakangan: seekor lobster dengan berat 1,5 kg! Wadow, terakhir makan di Pantai Lebih cuma seukuran jempol Khabib Nurmagomedov! Kali ini, Chef Yudi dengan bijak menyimpan buku rempahnya dan memainkan pengalaman internasionalnya: alih-alih bumbu Bali, lobster hanya dipanggang asap sederhana sehingga menonjolkan kesegaran dagingnya, dengan saus manis dan pedas bikinan sendiri. Astaga, sedap, ciamik tenan! Top markotop! Sakjane Mak Nyus!

 

Lobster segar ala Desa Les, Tejakula

 

Dan kondisi kenyang bego, saya mengobrol dengan Chef Yudi sambil menyeruput arak Guci yang dibuatnya sendiri. Sudah nonton Seaspiracy? Well, Anda tidak perlu kuatir makan ikan kalau makannya di Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali. Tidak ada kapal bermesin besar yang membantu “produksi” ikan --padahal ikan itu ditangkap, bukan diproduksi! Yang ada hanya kapal sederhana, nelayan yang berkeringat, dan senyum keluarga ketika ikan didapat. Dengan konsep ini, bolehlah kita terus makan ikan! Paling tidak di Desa Les, tidak ada yang namanya Seaspiracy. Yang ada adalah “Thanks God” --ucapan yang ada di lunas kapal!

 

Daluman juruh, dessert andalan Dapoer Bali Moela

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment