BERSEPEDA KE MASA LALU DI MUARO JAMBI 2021-07-04 22:00

 

Candi apakah yang terbesar di Asia Tenggara? Angkot Wat di Kamboja? Bukan! Luas Angkor Wat 162 hektar atau 1,62 km persegi, sementara ada kompleks candi lain yang luasnya mencapai 12 km persegi. Lokasinya? Di Indonesia! Tepatnya di Provinsi Jambi, namanya Candi Muaro Jambi. Hebat bukan?

 

Baca juga:”7 Candi Termegah di Indonesia

 

Candi ini terletak 26 km dari Kota Jambi atau kira-kira 45 menit menggunakan mobil. Cukup nyaman fasilitasnya, parkiran luas dan jalanan besar sehingga mudah dicapai dari Kota Jambi. Semakin mendekat ke candi --dalam bahasa lokal disebut “menapo-- semakin terasa ada aura purbakala yang berada di sekitar kami: pohon-pohon lontar yang tinggi menjulang, pohon kayu besar yang teduh menaungi jalan, serta di kejauhan nampak Sungai Batanghari yang menjadi nyawa dari tempat ini. Ada sebuah gapura besar yang menandai lokasi candi, di mana kemudian Anda masuk ke tempat parkir. Candinya mana? Dari titik ini seluas 12 km persegi sampai ke tepi Sungat Batanghari --inilah candinya!

 

 

Perlu dipahami bahwa pada zaman dahulu akses Candi Muaro Jambi adalah melalui sungai, bukan dari tempat parkir seperti sekarang. I-tsing, seorang pengelana Tiongkok yang mengunjungi Muaro Jambi pada abad ke-7, datang dengan kapal dari sisi Sungai Batanghari. Ini perlu kita ingat sehingga bisa memahami bahwa kalau lewat pintu masuk sekarang, kita menjelajah candi dari pinggir ke pusat, bukan sebaliknya!

 

Kalau seluas 12 km persegi, bagaimana kita menjelajahinya? Dengan sepeda! Untungnya, tersedia banyak penyewaan sepeda dengan harga Rp20.000 per hari. Sepedanya juga sekarang lumayan bagus, bahkan seli pun ada! Jalannya pun cukup nyaman, karena ada jaringan jalan semen yang mengantar kita sampai ke dalam. 

 

Tersedia banyak penyewaan sepeda

 

Karena ini merupakan area kompleks candi, maka jangan dibayangkan seperti Candi Borobudur. Di sini ada banyak candi yang letaknya tersebar. Begitu masuk ke area candi, kita akan disambut oleh candi pertama: Candi Gumpung dan Candi Tinggi. Berbeda dengan candi di Jawa, di sini candinya dibuat dari bata merah dan tidak banyak ukirannya. Di sebelah kanan kita bisa melihat barisan stupa, ciri khas candi Buddha, di depan bangunan kecil museum yang memuat kisah lengkap sejarah candi.

 

 

Dengan mengayuh sepeda kita bisa masuk ke dalam, mencapai Telago Rajo --konon dulunya adalah kolam pemandian yang tidak pernah kering airnya. Kemudian, jalanan membawa kita semakin masuk menuju Kanal Kuno dan Candi Astano. Ketika keluar dari kompleks utama, jalur sepeda mulai diapit oleh hutan belantara. Suara tonggeret berteriak keras, menyambut sinar mentari yang semakin tinggi. Berbagai burung bernyanyi, membawa suasana yang mirip hutan sungguhan. Saya membayangkan, zaman dahulu beginilah suasananya. Aroma dupa di udara, dengan ratusan bhiksu yang lalu-lalang. Luar biasa!

 

Telago Rajo

 

Jalur sepeda di Muaro Jambi

 

Asyiknya menjelajah Muaro Jambi dengan sepeda

 

Setelah puas bersepeda, tentu saja lapar melanda! Untuk ini, Kota Jambi menyajikan banyak sekali pilihan kuliner yang sedap. Salah satunya adalah Sapo Mie Alak (Jl. Bhayangkara No. 33, Talang Banjar). Hidangan ini sebenarnya khas Tungkal, sebuah kota di pesisir timur Jambi. Kunci kesedapannya ada pada kuah kaldu kental yang dimasak panas di atas api menggunakan claypot. Kemudian, tambahkan mie atau kuetiau, beserta bakso ikan dan udang. Didihkan semua di atas kompor, lalu nikmati saat panas-panas, dengan sambal cabai giling khas Jambi. Tambahkan bawang putih cincang, sedap nian!

 

Sapo Mie Alak

 

Sapo Mie Alak dengan sambal cabai giling khas Jambi

 

Kuah kaldu kental yang dimasak menggunakan claypot

 

Kuetiau Jambi

 

Satu lagi yang menjadi andalan kuliner termasuk wilayah Muaro Jambi, adalah: duren! Duren hutan Jambi terkenal karena rasanya yang kompleks, manis-gurih dan sedap. Ukurannya kecil-kecil, bijinya ukuran sedang, tanpa rekayasa seperti alam menyajikannya. Jika sedang musim, sebiji hanya Rp25.000 harganya! Luar biasa sedap. Yuk, wisata ke Jambi!

 

Duren hutan Jambi

 

Baca juga: ”Mengenal Lebih Dekat Sang Penjaga Rimba Sumatera

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment