MENTAL TEMPE JIWA BALI 2021-05-15 22:40

Kelas menempe bagi anak-anak, oleh Benny IniTempeId

 

Jujur nih, tadinya Forum Fermentasi Nusantara (Fermenusa) hampir putus asa mempromosikan tempe. Kita semua tahu potensi tempe: bergizi, keren, asli Indonesia pulak! Tapi tiap kali mengadakan bincang tempe, pasti peminatnya sedikit. Giliran arak, rame! Hehehe. Karena tempe juga masuk program prioritas di Fermenusa, tentu tidak bisa kami tinggal begitu saja. Tapi, kami harus ngapain?

 

Untung, kami ketemu Benny! Anak muda ini adalah murid Bu Wida Winarno, sinyo Solo yang kesambit kembang Jepun waktu kuliah di Bali. “Aku pengen stay di Bali, tapi ngapain yah? Di sini ‘kan belum ada tempe, ya bikin tempe aja,” ceritanya. Tapi, tentu saja di Bali nggak bisa jual tempe bungkus daun satu blok ceban. Trus, apa akal Benny?

 

Keluarlah siasat milenialnya. “Customer-ku kebanyakan bule, sukanya makanan sehat, dan nggak suka rasa asemnya tempe...” kata Benny. Jadilah tempe dibuat tepung, lalu dijadikan bahan campuran. “Ada tempe chocolate cookies, ada protein balls --tempe yang dicampur kurma!” kata Benny. Lihat kemasannya! Keren! Nggak heran deh kalau dikasih logo “Australia’s Own” wkwk. Dan, bukan cuma itu. Benny juga membuka kelas menempe di IniTempe Bali, dekat Ubud. Saya pun daftar untuk dua anak saya. Sambil berdoa anaknya mau, karena yang sulung agak ribet selera makannya, wkwk!

 

Persiapan kelas menempe bagi anak-anak

 

“Apakah anak-anak suka coklat?” kata Koko Benny --sebuah trik ciamik, karena anak-anak langsung tertarik! Coklat yang dilelehkan, lalu digunakan untuk melapisi keripik tempe dan.... tempe mentah! “Tenang, tempe mentahnya bersih kok, saya bikin sendiri!” kata Benny menangkap kekuatiran saya. Lalu dia ajak anak-anak menaburkan garam, pumpkin seed, sama chia seed ke atas coklatnya. Cantik! Dan setelah dingin, anak-anak menikmati keripik tempe coated coklatnya. Mantap!

 

Anak-anak semangat melapis tempe dengan coklat

 

Saya pikir segitu doang, ternyata Benny belum menyerah. Dia menyiapkan biji kedelai untuk proses peragian! Anak-anak diberi ragi, lalu diminta mengaduk-aduk kedelai. Tentu saja mereka semangat! Kemudian Benny mengarahkan mereka menambahkan pumpkin seed, chia seed, dan spirulina! Anak usia 6 dan 4 tahun, mengikuti tanpa kesulitan, termasuk tahap membungkus dengan daun pisang. Cakep!

 

Anak-anak mencampur ragi tempe

 

Anak-anak dengan hasil tempenya

 

Tiga hari kemudian, di area sarapan hotel, Kay Kay (anak sulung) bertanya dengan semangat. “Mana tempe Kay Kay?” --tempe yang sudah jadi, diolah menjadi “steak tempe” oleh dapur hotel, dan siap dicicipi. Anak-anak pun senang, tempenya jadi makanan. “Ayo cicipin!” kata saya sambil menusuk sepotong... dan dijawab dengan gelengan kepala. “Mau ke tempat Koko Benny lagi, tapi ikut campur-campurnya ajah,” katanya. Yaaaah lumayan lah, nyang penting edukasi prosesnya dulu. Itu saja sudah jadi kenangan indah!

 

Steak tempe olahan hotel setelah tempenya jadi

 

“Kunci memperkenalkan tempe ke orang luar adalah berusaha mencari bentuk tempe yang baru!” kata Benny. “Contohnya ini, Kang. Ini hasil riset saya: ini tempe semangit yang dibuat bubuk, jadi bisa diawetkan. Tinggal ditambahkan ke sayur lodeh, wuih keluar aroma semangit!” kata Benny. Saya mencium aroma serbuk ini: astaga, sedap nian! “Ini bisa disebut ‘terasi vegan’ nih, Ben!” kata saya. Ciamik! Yuk meluncur! Yang mau booking untuk kelas tempe atau mau cicipi produk IniTempeBali, bisa meluncur ke IG ya!

 

IniTempeId

IG @initempeid

Bali

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment