TAK NYATNYAT MAKA TAK NYAYANG 2021-05-23 17:50

Sepiring nikmat ala Kedisan

 

Masuk ke Kabupaten Bangli di Bali, berarti masuk ke wilayah nyatnyat! Satu lokasi yang bikin penasaran: Mujair Nyatnyat Pak Bagong! Nyatnyat adalah rempah khas Bali yang dimasak sampai airnya sedikit. Ruangan Pak Bagong cukup luas dan terbuka, dengan patung lucu yang dikasih masker. Kami langsung pesan: mujair nyatnyat dan mujair goreng!

 

Yang hadir: mujair nyatnyat bumbu kuning, sambal matah, sambal tomat, plecing kangkung dan kuah jukut undis (kacang hitam) yang menarik. Ikannya direbus lalu dibumbui, mengingatkan saya pada bumbu pesmol! Kuah dan ikannya hangat, aroma rempah bumbu sangat terasa. Di sini muncul rasa sambal matah yang berbeda: lebih lembut, sedikit manis, dengan terong hijau. Rasanya persis dengan perbedaan bumbu pesisir dan bumbu pegunungan di Jawa: ya, Bangli sudah masuk pegunungan! Dan Pak Bagong, patoet dipoedjiken!

 

Satu set mujair nyatnyat Pak Bagong

 

Jukut undis Pak Bagong

 

Namun, di atas nyatnyat masih ada nyatnyat. Atas saran Cindi dari Komunitas Jalansutra, kami menuruni jalan curam menuju Resto Apung di Kedisan, masih di Kabupaten Bangli. Begitu sampai, kok nampak familiar? Kira-kira 15 tahun lalu saya pernah dapat tips Jalansutra (mungkin Cindi juga?) mampir ke sebuah resto apung yang baru buka. Pemiliknya seorang bapak yang baru pensiun sebagai pegawai negeri. “Saya orang Bali, tapi lama di Jakarta. Dan saya orang sini Mas, Kedisan dekat Trunyan. Saya sedih, kok orang Trunyan namanya kurang harum karena kasus sewa kapal menuju makam desa. Makanya, saya buka tempat ini, untuk membuktikan di Trunyan ada juga yang bagus!” katanya dengan mata berbinar.

 

Itu 15 tahun lalu. Kini, resto kecil itu sudah jadi raksasa! Beberapa ponton apung menyajikan pengalaman unik, terombang-ambing di tengah danau dengan Gunung Batur di belakangnya. Kami memilih di dalam saja, tiba-tiba disapa “Om swastiastu...” ternyata dari burung beo yang super pintar. Anak-anak langsung takjub lihat burung bisa ngomong, hehehe...

 

Baca juga: “Sepotong Surga di Alam Caldera, Bali

 

Hidangan pun tiba: mujair nyatnyat, mujair goreng, sup ikan (dibungkus) dan cah kangkung. Komen pertama: astaga bahannya segar sekali! Ikannya fresh, kangkungnya renyah dan berbinar. “Duh, habis ini susah nih makan kangkung sebagus ini di Jakarta!” kata istri saya. Sambalnya tiga macam: sambal matah, sambal kedisan (bumbu nyatnyat dibuat pedas), dan sambal tomat. Mujair nyatnyatnya, wow! Selangkah di atas Pak Bagong: bumbu rajang yang segar, renyah, dan seimbang. Sambal matahnya pun ala pegunungan tapi sedap. Sup ikannya pun sedap, sedikit pedas namun dengan bumbu segar. Mak nyus tenan!

 

Hidangan di Resto Apung Kedisan

 

Sup ikan mujair di Resto Apung Kedisan

 

Dan, sajian ini belum berakhir. Cindi mengirim WA: “Kamu harus coba pisang goreng dan kopinya!” Hadirlah pisang panjang-panjang yang digoreng tepung. Saya gigit, kriuk, nyes! Astaga! Pisangnya firm seperti goroho, tapi dalamnya lembut, manis kayak ubi cilembu. Tepungnya renyah sempurna! Saya gigit sambil menyeruput kopi tubruk Bali dan memandang keindahan Danau Batur di luar sana. Ealah, mak nyus tenan! Bandrol kopi + pisang ini 25K saja. Lupakanlah kopi-kopi kekinian Kintamani. Turun aja ke Kedisan makan pisgor kopi!

 

Pisgor dan kopi di Resto Apung Kedisan

 

TOK TOK TOK suara ketukan terdengar keras di meja kayu. Saya berdiri di depan pintu ruang pemilik resto, karena diberi pesan untuk pamit pada pemiliknya. Seorang bapak berambut putih nampak merajang bumbu dengan pisau, sementara di sebelahnya sang istri di kursi goyang. Ini rupanya kekuatan bumbu nyatnyat Resto Apung: bumbunya masih dirajang sendiri! Ketika beliau menoleh, saya melihat wajah yang familiar. Wajah dengan mata berbinar itu, dulu hitam rambutnya, masih dengan kaca mata, kini memandang saya dengan senyum di balik masker. Restonya dulu, kini menjadi raksasa bahkan dengan bungalow penginapan, dan menjadi pelopor populernya mujair nyatnyat yang kini merambah sampai ke Ubud. Binar mata itu masih sama, kini memandang bumbu, istrinya, dan Danau Batur di luar sana. “Si Bapak masa pensiunnya indah pisan!” kata Cindi melalui WA. Betul euy! Kamu mau pensiun di mana?

 

Bapak dan Ibu pemilik Resto Apung Kedisan sedang merajang bumbu

 

Mujair Nyat Nyat Pak Bagong

Jl. Tirta Geduh, Bebalang, Bangli, Bali 80614

081337154900

 

Resto Apung Kedisan

Jl. Raya Kedisan, Kintamani (setelah pelabuhan ke Trunyan), Bali 80652

081337755411

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment