TAHUKAH ANDA, ADA TRADISI MELEWATKAN MALAM PASKAH DI KUBURAN? 2019-04-06 00:00

 

Tahukah Anda umat Kristiani di Provinsi Kalimantan Tengah, terutama di Kota Palangka Raya, memiliki tradisi unik saat Paskah? Pada malam Paskah mereka berbondong-bondong datang dan menginap di kuburan. Ya, menginap! Sampai gelar tikar segala persis di samping nisan anggota keluarga yang telah meninggal. 

 

ASAL MUASALNYA

Tak mudah untuk mendapatkan cerita asal muasal tradisi ini. Kapan mulai dilakukan dan mengapa dilakukan? Mengapa hanya dilakukan oleh umat Kristen di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menjadikan ini tradisi unik Paskah satu-satunya di Indonesia –bahkan mungkin di dunia? (Menurut catatan MyTrip, “pesta” malam-malam di kuburan yang dilakukan secara masif seperti ini hanya ada di satu tempat lainnya yaitu di kota kecil bernama Talca di Chile, tapi mereka melakukannya saat malam pergantian tahun, bukan malam Paskah).

 

Baca juga: "Bertemu Panglima Perang di Benteng None"

 

Melakukan pencarian tentang hal ini di dunia maya pun tak membuahkan hasil memuaskan. Artikel-artikel yang beredar di internet hanya menyebutkan ini merupakan akulturasi dari abad ke-19 (sejak zaman Belanda). Nggak ada keterangan lebih lanjut, hanya itu, dan disalin-tempel begitu aja oleh beberapa situs yang memuat artikel ini. Beberapa umat yang ditanya sebagai narasumber artikel-artikel tersebut pun menjawab nggak tahu.

 

Beruntung, MyTrip yang pada malam Paskah tanggal 31 Maret 2018 lalu mendatangi langsung TPU (Taman Pemakaman Umum) Kristen di Jl. Tjilik Riwut KM 12 Palangka Raya sempat berbincang dengan Bapak Dehen Erang, pengurus Yayasan Yusuf Arimatea, yang mengelola TPU ini. Beliau bercerita, awalnya yang punya kebiasaan merayakan malam Paskah dengan kumpul keluarga dan berdoa di kuburan itu umat Kristen di Kuala Kapuas, mulai tahun 1990-an. Bahkan mungkin lebih lama lagi dari itu. Kuala Kapuas adalah ibu kota Kabupaten Kapuas, di Kalteng juga.

 

Lalu bagaimana kebiasaan itu ditularkan ke Palangka Raya? Kebetulan banyak orang yang berasal dari Kuala Kapuas datang menetap dan akhirnya meninggal di Palangka Raya, dimakamkan di TPU Kristen KM 12 maupun KM 2,5. Keluarganya membawa kebiasaan di Kuala Kapuas ke Palangka Raya, dan akhirnya menyebar juga ke beberapa kota lain di Kalteng. “Keluarga dari jauh semua datang berkumpul ke kuburan saat Paskah. Bersih-bersih, dan berdoa di atas pusara keluarga. Nah, di TPU KM 12 ini berlangsung mulai tahun 2001,” jelas Dehen Erang.

 

CAHAYA LILIN DI MANA-MANA

Suasana pemakaman semarak dengan cahaya lilin

 

Kalau nggak datang sendiri mungkin Anda nggak percaya kalau pada malam Paskah itu seantero pemakaman di KM 12 yang MyTrip kunjungi tampak cantik dengan pendar-pendar lilin dan lampu minyak. Hanya sedikiiiiit banget makam yang tak berlilin –berarti tak ada keluarga yang mendatanginya. Dan sayup-sayup terdengar kidung pujian mengalun.

 

Rupanya malam itu diadakan lomba menyanyi solo lagu rohani di area TPU. Di area lowong di tengah pemakaman dibangun tenda tempat lomba berlangsung. Pesertanya ikut secara spontan, nggak ada pendaftaran sebelumnya.

 

Lomba menyanyi di kuburan

 

Bapak Dehen Erang menjelaskan, setiap tahun begitu banyak jemaat yang datang ke TPU, lantas terpikir untuk memanfaatkan momen ini guna melakukan hal yang positif, sekaligus pengisi waktu –nemenin begadang, menunggu jadwal ibadah Paskah jam 4 pagi. Jadi diadakanlah lomba menyanyi. Tahun-tahun sebelumnya Yayasan Yusuf Arimatea yang membentuk panitia bersama Majelis Resort GKE (Gereja Kalimantan Evangelis) Palangka Raya Hulu mengadakan putar film kehidupan Yesus.

 

KENAPA SAMPAI MENGINAP?

Hal lain yang menjadi pertanyaan adalah kenapa sih mereka sampai menginap di kuburan? Sebagian orang mungkin bergidik membayangkannya. Nginep di kuburan? Serem amat! Ternyata nggak seseram yang kita bayangkan. Karena hampir semua sisi makam penuh dengan orang, dan suasana makam pun cukup terang dengan lilin maupun beberapa lampu LED. Banyak pula penjual yang menjajakan lilin dan bunga.

 

Makam Kristen ‘kan juga semua sudah ditutup dengan batu porselen, bukan lagi berupa gundukan tanah merah. Sisi-sisi makam juga banyak yang diberi lantai ubin, jadi bisa digelari tikar atau karpet. Terlihat para sanak keluarga ada yang duduk ngariung sambil mengobrol, ada yang sarungan, ada yang terlihat sudah tidur meringkuk tepat di sebelah makam keluarganya, ada juga yang main kartu, juga makan-makan. Beberapa makam dipasangi kanopi untuk jaga-jaga kalau hujan turun.

 

Anggota keluarga tidur di sisi makam

 

Menurut Pak Yacob, salah satu jemaat yang ditemui MyTrip, mereka biasanya sudah datang ke makam sehari sebelumnya untuk melakukan bersih-bersih. Lalu mereka kembali lagi saat malam Paskah, ada yang sudah datang sejak jam 6 atau 7 malam, ada juga yang lebih malam datangnya. Mereka menyalakan lilin dan menabur bunga ke makam. Nggak ada persembahan makanan di atas makam, beda dengan peringatan Ceng Beng-nya warga keturunan Tionghoa.

 

Kenapa sampai menginap? Karena ada ibadah jam 4 pagi, kisaran waktu yang diyakini sebagai saat-saat kebangkitan Yesus Kristus dari kuburnya. Ibadah Paskah jam 4 atau 5 pagi ini memang dilakukan juga di beberapa gereja Kristen di tempat lain. Nah, kalau di Kalteng ibadahnya dilakukan di pemakaman.

 

Semarak Paskah di kuburan, peristiwa langka setahun sekali

 

Bagi Anda yang mau melihat langsung suasana semarak di pemakaman umum yang penuh dengan nyala lilin atau lampu minyak masih ada waktu untuk datang ke Palangka Raya saat Paskah tahun ini yang jatuh tanggal 21 April 2019. Menginaplah di Kota Palangka Raya. Dari pusat kota ke TPU Kristen KM 12 hanya 15 menit berkendara. Kalau mau yang lebih dekat bisa ke TPU Kristen KM 2,5, palingan cuma 5 menit dari kota. Kalau mau lihat suasananya, Anda bisa mulai datang jam 8-an malam atau lebih. Kalau mau lihat ibadahnya ya datang sebelum jam 4 pagi. Tenang, nggak ada seram-seramnya kok! Seru iya!

Teks: Mayawati NH Foto: Wiwid Halim
Comment