DELICIOUS ROT: BUSUK TAPI SEDAP! 2021-07-31 23:45

Sepiring sajian Sambal Tumpang Mbah Rakinem

 

“Delicious rot” atau busuk tapi sedap adalah istilah yang diungkapkan oleh Parti Gastronomi, sebuah kelompok pecinta kuliner Indonesia, untuk menggambarkan betapa banyak proses “pembusukan” di Nusantara ini yang justru digunakan untuk menaikkan rasa dan tekstur dari sebuah hidangan. Hadirnya berbagai makanan “busuk terkendali” alias fermentasi di Nusantara sejak ratusan tahun lalu, membuktikan dua hal: betapa kepulauan ini punya iklim ideal untuk berkembangnya berbagai macam mikroorganisme, serta kejeniusan nenek moyang kita dalam memanfaatkannya.

 

Salah satu yang paling tua, dan termasuk paling jenius, lokasinya di Salatiga Jawa Tengah. Namanya Sambal Tumpang, pelopornya adalah Sambal Tumpang Mbah Rakinem. Jangan salah, sambal tumpang Salatiga berbeda dengan ala Kediri. Basisnya sama, yakni menggunakan tempe semangit, alias tempe yang dibusukkan lebih lanjut. “Biasanya dibusukkan lagi sekitar 5-7 hari dengan bungkus daun yang tebal,” kata Mbak Yati, putri bungsu Mbah Rakinem menjelaskan prosesnya. Bedanya, jika di Kediri tempe semangit disantap sebagai kondimen alias bumbu pecel, di Salatiga semangit digunakan untuk memasak. “Kami menggunakan panci yang tinggi, lalu tempe semangit diletakkan di paling bawah. Kemudian, kami tumpukkan bahan dari sapi dari yang keras sampai yang lunak: dari tulang muda, pipi dan cingur, lalu daging sengkel. Nanti, semangitnya itu akan membuat semuanya jadi empuk,” sambung Mbak Yati. Dia juga menambahkan, diperlukan bawang putih dalam jumlah besar dalam sekali masak --untuk menjaga jangan sampai ada serbuan mikroorganisme lain!

 

Tampak depan warung Mbah Rakinem

 

Rombongan tur sudah tidak sabar mencicipi sambal tumpang, ketika kami tiba jam 7 pagi. Biasanya hari Senin Mbah Rakinem tutup, tetapi kami mem-booking khusus supaya bisa mencicipi hidangan ini. Maklum, kalau di hari biasa, jam 8.30 pagi atau satu jam saja setelah buka, biasanya sajian Mbah Rakinem sudah ludes. Dengan sabar, Mbak Yati melayani peserta dengan memilih bagian yang diinginkan: tulang muda, koyor, pipi, atau daging? Sambil mengantre, peserta tur sibuk mengunyah kerupuk gendar yang rasanya enak sekali.

 

Mbak Yati sibuk meracik hidangan

 

Di piring sudah tersaji satu set hidangan Sambal Tumpang Mbah Rakinem: nasi dengan koyor dan tulang muda, irisan tipis pepaya muda (seperti isi pempek panggang), daun singkong rebus, dan kerupuk gendar. Wow, eksotik! Kuah kentalnya berwarna coklat, aromanya khas fermentasi. Tidak ada rasa asam tempe, namun ada rasa gurih sedap yang bukan terasi. Ah, ini namanya terasi vegan! Dan yang luar biasa bukan hanya rasanya. Ketika menggigit tulang muda sapi yang tebal dan keras, saya terkejut. Kriuk! Ini tulang muda sapi atau cheetos? Teksturnya tidak empuk lembek seperti dipresto, melainkan renyah. “Mrotol” kalau kata orang Jawa. Kok tulang muda bisa begini? Rupanya, reaksi fermentasi lanjutan yang mengurai protein tempe, selain membawa rasa gurih, juga menghasilkan reaksi kimia yang mengempukkan tulang muda dengan menyerang kolagennya menjadi rapuh. Sebuah teknik ciamik, khas Salatiga!

 

Menunggu Mbak Yati menyajikan koyor

 

Peserta tur asyik menikmati hidangan

 

Hal yang sama terjadi pada koyor dan pipi sapi, di mana setiap tulang muda menjadi empuk dan renyah. Kegurihannya diimbangi dengan rasa manis-asam irisan tipis pepaya muda dan tekstur serat daun singkong, sehingga satu piring ini menjadi paduan yang sempurna! “Maaf ya Mas, tempenya kurang busuk, karena biasanya Senin kami tutup…” kata Mbak Yati, membuat kami heran: kalau enak begini disebut “kurang busuk”, lalu seperti apa busuk sedap yang sebenarnya? Sayangnya, beberapa minggu lalu kami mendapat kabar duka bahwa Mbah Rakinem wafat karena usia.

 

Mbah Rakinem (kanan) beserta salah satu peserta tur

 

Tapi jangan kuatir, Mbak Yati akan tetap melanjutkan warungnya yang legendaris ini, bahkan teman-teman di sekitar Salatiga bisa tetap memesan dalam kemasan untuk disantap di rumah selama PPKM. Yuk, sebagai hiburan setelah “jamuran” diam di rumah selama PPKM, kita cari hidangan yang “jamuran” beneran!

 

Sambal tumpang yang dikemas untuk disantap di rumah

 

Sambal Tumpang Mbah Rakinem

Jl. Nakula Sadewa III No. 13

Dukuh, Kec. Sidomukti, Kota Salatiga, Jawa Tengah

NO.HP: 0838 9419 8380

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin) Foto: Harnas Tagore, Rina Rahmawati
Comment