PERNYATAAN CINTA YANG MAHAL DI TAMAN MAKAM PETAMBURAN JAKARTA 2022-12-03 13:15

Mausoleum O.G. Khouw

 

Bagaimana kamu menyatakan cinta? Dengan bunga? Atau mobil mewah? Menurut saya pernyataan cinta yang sangat mahal dan romantis ala orang kaya zaman dulu diwakili oleh Mausoleum O.G. Khouw di Taman Makam Petamburan Jakarta.

 

Mungkin saat ini Mausoleum O.G. Khouw (yang kebetulan sama marganya dengan keluarga ibu saya) mulai terlupakan, tetapi kemegahannya tetap terasa. Makam ini berdiri dengan megah dan gagah di tengah-tengah Kompleks Pemakaman Petamburan, Jakarta. Nah, siapakah O.G. Khouw ini?

 

Nama Oen Giok Khouw (O.G. Khouw) mungkin terasa asing di telinga kita. Philantropist dan tuan tanah di zaman kolonial ini memang kurang dikenal di masyarakat Indonesia saat ini. Ia lahir pada tanggal 13 Maret 1874 dengan nama Khouw Oen Giok Sia dan merupakan salah satu keturunan keluarga Tionghoa terpandang saat itu. Ayahnya adalah Luitenant Der Chinezen Khouw Tjeng Kee, merupakan pimpinan masyarakat dan tuan tanah terkenal. Keluarga Khouw dari Tambun ini merupakan keluarga yang paling terpandang saat itu dan sering disebut sebagai baba bangsawan di  Batavia.

 

O.G. Khouw menikah dengan Lim Sha Nio dan merupakan generasi pertama dari masyarakat Indonesia yang mengenyam pendidikan ala Barat. Ia mendapatkan pendidikan terbaik yang setara dengan penduduk Belanda saat itu. Walaupun lahir di Batavia, O.G. Khouw lebih banyak menghabiskan usianya di luar negeri yaitu di Belanda dan Swiss. Bersama istrinya, O.G. Khouw  tinggal di sebuah rumah di Museumplaats 12, Amsterdam, Belanda.

 

Sayangnya O.G. Khouw dan istri diberitakan tidak memiliki keturunan. O.G. Khouw wafat pada tanggal 1 Juni 1927 dalam usia 53 tahun di Bad Ragaz, Swiss. Jenazahnya dikremasi dan abunya dibawa dari Eropa ke Indonesia dengan menggunakan kapal SS Prins Der Nederlanden. Sesampainya di Batavia pada tanggal 4 September 1927, abunya lalu disemayamkan di dalam ruang altar rumah keluarga Khouw selama 14 hari. Rumah megah berarsitektur Tiongkok yang terletak di Molenvliet  211 ini merupakan rumah yang sangat luas halamannya dan merupakan tempat O.G. Khouw tumbuh sejak kanak-kanak. Upacara pemakamannya yang dilakukan pada tanggal 19 September 1927 digelar begitu sensasional dan megah.

 

Mausoleum O.G. Khow disokong delapan pilar berukir yang kokoh

 

Setelah dimakamkan, selama 2 tahun berikutnya, Mausoleum O.G. Khouw setinggi 15 meter di Pemakaman Petamburan didirikan lalu diresmikan pada tahun 1931. Mausoleum O.G. Khow dirancang dengan mendirikan kubah megah yang disokong delapan pilar berukir yang kokoh. Di sekeliling mausoleum terdapat empat patung asal Italia bergaya Neorenaisans. Patung-patung ini melambangkan tahapan kehidupan manusia yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga akhirnya tua. Di bagian tengah mausoleum terdapat patung malaikat cantik berambut dengan gaya tahun 20-an yang melambangkan kehidupan setelah wafat.

 

Empat patung asal Italia bergaya Neorenaisans di sekitar mausoleum

 

Patung malaikat yang cantik dengan prasasti nisan batu marmer O.G Khouw dan Lim Sha Nio, istrinya. Di atas prasasti terdapat lampu gantung mewah

 

Di beberapa literatur disebutkan bahwa penempatan patung malaikat ini juga sebagai perlambang “Kristiani” yang menggambarkan “Seperti Yesus, orang yang kamu cari tidak ada di sini. Ia sudah bangkit.”

 

Material mahal didatangkan dari luar negeri. Granit hitam dan kristal marmer didatangkan langsung dari Italia. Material mahal ini jika disentuh saat cuaca tropis sedang terik-teriknya, tetap terasa dingin dan teduh. Arsitek perancang mausoleum adalah orang Italia bernama Giuseppe Racina. Racina beserta kontraktor bangunannya, Ai Marmi Italiani, memiliki banyak jejak karya monumen makam dan patung yang tersebar di Jawa pada zaman Hindia Belanda. Bangunan Mausoleum O.G. Khouw mengikuti beberapa contoh arsitektur klasik dengan menggabungkan konsep kuil bundar beratap kubah dengan delapan buah pilar gaya klasik dipasang di sisi luar bundaran dan didekorasi hiasan gaya klasik dedaunan serta ukiran melingkar. Di bagian tengah terdapat ukiran nuansa hieroglif Mesir kuno. Sungguh mausoleum yang sangat megah.

 

Konon untuk membangun mausoleum suaminya ini, Nyonya Khouw (Lim Sha Nio) rela menghabiskan biaya sebesar F 500.000 (sekitar USD250.000 saat itu dan kurang lebih sebesar USD4,5 juta dengan kurs saat ini). Pembangunan ini menimbulkan sensasi luar biasa di zaman itu baik di Hindia Belanda maupun di negara Belanda. Salah satu literatur mengatakan bahwa pada tahun 1930-an Mausoleum O.G. Khouw memecahkan rekor pembanguan mausoleum termahal di dunia yang mengalahkan biaya pembangunan makam miliuner Amerika, William Rockefeller (1841-1922) di Sleepy Hallow, New York. Luar biasa bukan?

 

Terdapat tangga melingkar di samping ke arah bawah. Tangga ini menuju sebuah pintu masuk untuk ke bawah mausoleum. Tepat di bawah mausoleum terdapat sebuah kapel dengan altar kecil. Ruangan altar berhiaskan patung wajah O.G. Khouw di sebelah kanan dan istrinya di sebelah kiri. Kapel ini biasa disebut Chapelle Ardenteruangan tempat jenazah disemayamkan dengan lilin-lilin di altarnya. Di sinilah biasanya para peziarah memanjatkan doa.

 

Tangga melingkar di samping ke arah bawah

 

Selama bertahun-tahun kemudian kondisi mausoleum semakin memprihatinkan. Kabar yang beredar, karena tidak punya keturunan, mausoleum ini tidak dirawat. Oleh karena itu pada peringatan hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010, sekelompok pecinta sejarah dan pusaka Jakarta menggalang dana untuk menyelamatkan Mausoleum O.G. Khouw yang rusak dengan tajuk “Love Our Heritage: Save The O.G. Khouw Mausoleum”. Kelompok ini mulai bergerak menghimpun dana dari pemerhati sejarah dan masyarakat yang peduli.

 

Menurut Graece Tanus (salah satu penggerak Save The O.G. Khouw Mausoleum) sesungguhnya dibutuhkan dana sebesar Rp18 juta tetapi hanya terkumpul sebesar Rp3 juta. Menurutnya, gerakan ini dimulai dari kebiasaan bersama antaranggota Komunitas Jelajah Budaya (KJB). “Setelah jalan-jalan ke Marunda sekitar Oktober 2009, Amelia, salah satu peserta KJB mengusulkan kegiatan pembersihan makam O.G. Khouw yang akhirnya terlaksana pada hari pendidikan nasional,” tutur Graece.

 

Ferry Guntoro, salah seorang penggerak lainnya, menyatakan bahwa bagian bunker tempat menyimpan jenazah Khouw dan istrinya tidak dilengkapi lampu, kotor, dan sering tergenang air. “Malah sering dipakai untuk tempat orang melakukan hal yang tidak baik. Padahal mausoleum ini dapat dikatakan suatu monumen bersejarah, kuburan termahal pada masanya. Bahkam marmernya pun langsung didatangkan dari Italia,” tegas Ferry. Akhirnya dengan dana terbatas, para pencinta sejarah Jakarta ini berusaha melakukan beberapa perbaikan.

 

Menurut kuncen mausoleum, saat ini (apalagi semasa pandemi), sangat jarang orang datang untuk mengunjungi mausoleum. Salah satu yang rutin mengunjungi dan membersihkan makam ini saat Ceng Beng (tradisi Tionghoa untuk bersih-bersih makam) hanyalah seorang pelayan keluarga Khouw yang sudah sangat sepuh.

 

Saat saya masuk ke dalam ruangan kapel, ruangan seperti bunker ini pun tampak berdebu, kotor dan berantakan serta gelap di siang hari. Di dalam  kapel memang terlihat rangkaian listrik yang digantungi lampu-lampu seadanya sebagai penerang untuk malam hari. Walaupun suasana panas di luar, di dalam kapel terasa adem dan sejuk. Terlihat banyak juga marmer lepas dan kosong di pegangan tangga menuju kapel. Menurut kuncen, dulu pada tahun 1970-an banyak terjadi penjarahan marmer makam ini. Besi sekeliling makam diberi warna kuning emas untuk mencegah penjarahan. Terdapat lubang besar mengangga di depan kapel yang katanya untuk mencegah banjir. 

 

Pagar di sekeliling mausoleum dicat kuning untuk menghindari penjarahan

 

Menurut salah satu kerabat keluarga Khouw, yaitu Bapak Michael Hadi (dilansir dari National Geographic Indonesia), mausoleum ini digagas oleh istri O.G. Khouw sebagai lambang cinta mendalam terhadap mendiang suaminya. “Hal ini sangat jelas tertulis kata gewijd di batu nisan yang artinya (dalam Bahasa Belanda) didedikasikan atau dipersembahkan untuk Khouw Oen Giok. Jadi menurut saya, mausoleum ini adalah wujud rasa cinta kasih sayang istri kepada suaminya.” 

 

Setelah 30 tahun O.G. Khouw berpulang, akhirnya istrinya wafat pada tanggal 18 Desember 1957. Nyonya Khouw telah mempersiapkan makamnya sendiri di sisi kiri suaminya. Sampai sejauh ini kita belum menemukan catatan apakah prosesi pemakamannya juga semewah suaminya.

 

O.G. Khouw dan istri, berdampingan selamanya

 

Menjelang satu abad usia Mausoleum O.G. Khouw, kemegahan mausoleum itu masih sangat nyata di tengah-tengah Taman Pemakaman Umum Petamburan. Sungguh pernyatan cinta yang sangat mahal dari seorang istri untuk suaminya tercinta. Nah… Jadi apa tanda pernyataan cintamu?

 

 

Teks & Foto: Veronica Vera Desyani Wiraja
Comment