BHINNEKA TUNGGAL MAKNYUS KULINER BALI DI THE CELLARDOOR 2021-12-27 00:00

Ayam Betutu Gilimanuk

 

Undangan santap malam di The Cellardoor selalu kami tunggu dengan antusias. Maklum, tuan rumah Ibu Dayu Soma dan Pak Bagus Rai yang asli Bali selalu menghadirkan kuliner unik. Kalau dulu kami mencicipi pepes clengis ala Negara, kali ini apa?

 

Baca juga: “’Jamuan Kenegaraan’ Khas Bali yang Mengesankan

 

Suasana akrab sudah hadir sejak awal, ketika kami duduk di sofa samping sambil mengobrol. Ya, syukurlah, Bali sudah berbeda sejak kami terakhir ke sini bulan Mei 2021 lalu. Wisatawan sudah mulai datang, beberapa kawasan yang mati suri mulai hidup lagi. Termasuk The Cellardoor misalnya, yang sudah fully booked. Semangat!

 

Baca juga: “Kangen Berat ke Bali? Ke Besakih dan Singaraja Yuk!

 

Tak lama kemudian, appetizer hadir --risoles dengan isi creamy sedap, serta pempek crispy dan tahu isi yang disajikan di piring cantik. Lah, kaget juga, kok pempek dan Tahu Berotak oleh-oleh dari kami bisa cantik begini? “Itu pempeknya dicelup wine?” tanya seorang teman yang melihat fotonya di Grup WA. Bukan, itu cuko dan pempek di piring cantik!

 

Pempek crispy dan tahu isi berpiring cantik

 

Ada satu perbedaan di interior The Cellardoor malam itu: seperti biasa, kalau hidangannya khas Indonesia, ranting anggur hiasan di tengah meja dipindahkan, diganti deretan piring-piring cantik berisi hidangan khas. “Kali ini, hidangannya berasal dari Peliatan (Ubud) dan Gilimanuk,” kata Bu Dayu menjelaskan. Dua ekor ayam nampak tersaji di meja, dengan penampakan yang jauh berbeda tapi namanya sama: betutu!

 

Di sini bisa terlihat, bahwa sebenarnya di Bali, nama makanan sangat cair. Meskipun betutu sudah tercatat sejak Serat Centhini, bentuknya beda banget antara Gilimanuk dan Peliatan. Gilimanuk versi “meriah”, dengan irisan sambal matah (bawang merah dan cabe rawit) yang ditaburkan di ayam, plus kacang tanah sangrai yang generous. Versi Peliatan warnanya coklat, dengan sedikit kuah, sekilas mirip bektim Jakarta. Rasanya pun beda! Gilimanuk sesuai bentuknya: berempah base genep, gahar, pedas, gurih. Yang versi Peliatan: masih berempah, tapi lebih lembut, tanpa kecap, tarikannya gurih manis. Bhinneka tunggal maknyus! Berbeda tapi enak semua!

 

Ayam Betutu Gilimanuk

 

Ayam Betutu Peliatan

 

Saya melihat objek menarik di meja. Lalapan! Tapi, sayurnya beda. Ada pare yang diiris seperti timun, terong hijau, mentimun, kemangi. Apa itu di tengahnya? Dalam wadah daun pisang ada kecambah muda. Maksudnya, fase sebelum kecambah rawon: belum berbuntut, tapi kulitnya sudah pecah, yang dinamai “kacang saur”. Di sebelahnya ada satu wadah nasi dengan aroma menarik. Warnanya kuning, tapi tidak sekuning biasanya. Beberapa helai kecombrang nampak menghiasi. Pasangan hidangan ini disebut Nasi Bira (bireu). Saya cicip nasi bira ini dengan aksesorisnya. Menarik! Kayak makan lalapan dari Planet Mars --mirip-mirip tapi beda, bhinneka tunggal rasa! Nasinya bukan kuning tapi berempah, bukan goreng tapi berkecombrang. Menarik! Lalu parenya sama sekali tidak pahit, dan kacang saur memberikan sensasi yang unik. Sama-sama lalapan, tapi beda rasa. Bhinneka tunggal maknyus!

 

Nasi Bira

 

Nasi Bira, lalapan dan kalas kacang panjang

 

Lalu, ada satu objek lagi di meja. “Ini namanya Topod,” kata Bu Dayu menjelaskan. Topod ini semacam lontong, tapi dibungkus daun bacang alias daun bambu. Seperti bacang tanpa isi! Unik, rasanya lembut namun aroma daun bacang yang kuat masih terasa. Cocolannya dua: sambal mbe (cabai rawit tumis dan bawang goreng) dan sejenis saus coklat. Saya pikir mirip bumbu sate, ternyata pas dicocol topod: jauh! Bumbu kacang dengan bubuhan wijen hitam dan parutan kelapa. Astaga, unik sekali! Tekstur kacang bercampur dengan aroma kelapa dan pedas yang menerjang, cucok dengan topod yang plan dan lembut.

 

Topod dengan sambal kacang dan sambal mbe

 

Terima kasih Bu Dayu dan Pak Rai, yang sudah mencerdaskan lidah kami melalui konsep ‘bhineka tunggal maknyus’ ala Bali! Berbeda tapi sama-sama enak, termasuk klepon dan sagon ala Bali yang hadir sebagai dessert.

 

Suasana santap malam di The Cellardoor

 

The Cellardoor

Jl. Bypass Ngurah Rai No. 393 Denpasar, Bali

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment