BEYOND SIBU SARAWAK: DARI NANAS, SAGU, ROJAK, HINGGA DIANA ROS 2020-03-11 08:00

Tugu Nanas di Sarikei
 

Kota Sibu di Sarawak Malaysia yang merupakan pintu masuk Sarawak bagian tengah adalah kota yang penduduknya majemuk. Banyak etnis Cina seperti Foochow (terbanyak), Hokkien, Hakka, Hainan, Canton yang hidup harmonis dengan pribumi Melanau, Iban, Orang Ulu serta Melayu. Tentang cara ke Sibu dan objek-objek wisata menariknya sudah dibahas di artikel sebelumnya. Kali ini tentang yang menarik dieksplor di luar Kota Sibu.
 

SARIKEI & BINTANGOR

Sarikei adalah kota tenang di tepian Sungai Rajang yang juga berada di jalur utama Jalan Raya Pan-Borneo. Berjarak 60-an km dari Sibu. Mampir ke sini bisa day trip dari Sibu jika kita menyewa kendaraan.

 

Kota ini disebut sebagai jantung agro industri Sarawak. 80% produksi lada Sarawak dari sini. Namun Sarikei lebih dikenal sebagai penghasil nanas sehingga kerap dijuluki Kota Nanas. Penandanya adalah tugu nanas di dekat sungai.

 

Pusat Penjaja Bintangor
 

Dalam perjalanan menuju Sarikei kita bisa mampir di Bintangor (45 km dari Sibu). Kota kecil ini dikenal sebagai penghasil jeruk Bintangor (mirip jeruk Pontianak). Datangi saja Pusat Penjaja Bintangor. Pilih salah satu kedai untuk duduk ngopi-ngopi sembari ngudap tumpik (camilan khas berbahan sagu) yang tersohor. Jika masih belum puas bisa cicipi rojak (rujaknya Malaysia). Keberadaan Bintangor sebagai penghasil buah-buahan menjadikan kota ini identik dengan rojak.

 

Baca juga: "Ada Pasar Malam, Gua, Pantai, Hutan Tropis, Museum Minyak. Itulah Miri di Sarawak"


 
MUKAH

Terletak 200 km arah utara Sibu, kota pesisir yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan ini dulunya pelabuhan perdagangan namun kini telah bertransformasi menjadi kota industri sagu terbesar di Sarawak. Bahkan tercatat sebagai eksportir sagu terbesar di dunia. Hal ini lantaran didukung kualitas sagu yang jempolan serta teknologi pengolahan yang baik. Banyak pabrik sagu modern, tapi industri pengolahan tradisional juga masih ada di sini.

 

Kota ini dikenal juga karena keberadaan suku asli Melanau. Biasanya ramai saat digelar Festival Kaul yang merupakan ritual tahunan seserahan kepada “penguasa” lautan. Mayoritas suku ini memang bermata pencaharian sebagai nelayan.

 

Jika ingin mengenal kehidupan suku Melanau, salah satu yang bisa disambangi adalah Kampung Tellian, sebuah perkampungan kuno berbentuk rumah-rumah panggung di atas air. Kita bisa berjalan-jalan keliling kampung melalui pelantar yang menghubungkan antar bangunan kayu. Bisa sekalian melongok industri rumahan pembuatan sagu tradisional ataupun melihat bukti sisa peninggalan nenek moyang Melanau berupa jerunai kuno (tiang pengebumian kaum bangsawan Melanau) yang beberapa di antaranya masih berdiri kokoh di tengah kampung.

 

Suasana Kampung Tellian

 

Jangan lupa mampir di Museum Saban Puloh, museum mini yang dikelola seorang warga Melanau. Di sini tersimpan barang-barang koleksi peninggalan kuno suku Melanau yang jarang terekspos.

 

Salah satu cara lain merasakan pengalaman menjadi bagian dari kultur Melanau adalah bermalam di Lamin Dana (www.lamindana.com), penginapan merangkap rumah budaya yang didirikan seorang wanita Melanau bernama Diana Ros. Di dalam pondok berbentuk rumah panjang di tepian sungai ini kita tidak hanya bisa melihat berbagai display perkakas tradisional tetapi juga menyaksikan anak-anak muda Melanau berlatih menari Dayak. Pihak Lamin Dana juga menyediakan demo pembuatan masakan tradisional serta kerajinan lokal.

 

Lamin Dana

 

Aktivitas lain yang bisa dilakukan selama di Mukah adalah susur sungai dengan kapal mesin untuk melihat dari dekat keseharian warga di sekitar Kampung Tellian. Menyisir dari perkampungan hingga perkebunan sagu di tengah hutan. Kita juga akan diajak masuk ke dalam perkebunan. Penelusuran berakhir di Pasar Ikan Mukah di dekat muara Sungai Gigis. Beragam jenis ikan dijual dengan harga yang sangat murah. Sebagian di antaranya jenis yang jarang kita lihat.
 


Susur sungai di perkebunan sagu
 

Teks & Foto: Dammer Saragih
Comment