YUK KITA JELAJAHI SUDUT INSTAGENIK RED FORT DI NEW DELHI 2020-03-06 00:00

Salah satu spot Instagenik di Red Fort

 

Sudah menjadi rahasia umum kalau para travelers berkunjung ke suatu tempat bukan hanya untuk mengenalnya, tapi juga untuk mendapatkan content, alias foto cetar yang bisa diunggah ke akun Instagram. Iya ‘kan? Jadi kalau ada artikel yang memberi petunjuk tentang sudut mana saja dari suatu destinasi yang bagus buat latar foto, tentu sangat membantu ‘kan? Jadi begitu sampai tempatnya, Trippers bisa langsung ke spot yang dimaksud. Nggak perlu buang waktu lama. Nah lewat tulisan ini saya akan membocorkan sudut-sudut mana saja yang jangan sampai terlewat kalau Trippers bertandang ke Red Fort di New Delhi India.

 

Tapi sebelum masuk ke bahasan itu, ada baiknya kita telusuri dulu sejarah singkatnya ya... biar nggak buta-buta amat. Karena kita akan jauh lebih menghargai sebuah tempat kalau tahu sejarah atau cerita di baliknya.

 

SEJARAH BERDIRINYA

Sesuai namanya, Red Fort ini benteng sekaligus istana. Di sinilah pada masanya anggota Kerajaan Mughal menetap. Kalau nggak ngeh tentang Kerajaan Mughal, yadeh saya jelasin. Tahu Taj Mahal di Agra ‘kan? Nah itu yang ngebangun Raja Shah Jahan dari Kerajaan Mughal. Dan Red Fort juga dibangun oleh Shah Jahan tahun 1638. Pada tahun yang sama ia memindahkan ibu kota dari Agra ke Delhi, dan kotanya ini disebut Shahjahanabad. Arsiteknya Ustad Ahmad Lahori, yang juga membangun Taj Mahal. Red Fort selesai dibangun 10 tahun kemudian, tahun 1648.

 

Nama Red Fort terjemahan dari Lal Quila, bahasa Hindustani, karena benteng ini dibangun dengan batu bata merah. Arsitekturnya bergaya gabungan Persia, Timurid, dan tradisi Hindu yang secara keseluruhan sangat inovatif, termasuk desain tamannya. Dan secara khusus digadang-gadang sebagai arsitektur Mughal yang brilian. Red Fort menjadi model dalam pembangunan gedung maupun taman selanjutnya di Delhi, Rajasthan, Punjab, Kashmir, dsb.

 

 

Benteng ini dimiliki Kerajaan Mughal selama sekitar 200 tahun sampai akhirnya dirusak oleh tentara Inggris menyusul Revolusi 1857. Kemudian benteng ini juga dipakai sebagai tempat mengadili Raja Mughal terakhir (Bahadur Shah Zafar II) sebelum dibuang ke Yangon oleh Inggris tahun 1858. Otoritas Inggris jugalah yang pada akhirnya memerintahkan renovasi benteng ini tahun 1899 hingga 1905. Tapi barang-barang berharganya konon sudah cerai-berai dan banyak dibawa ke Inggris.

 

Baca juga: "Qutub Minar di Delhi dan Sudut-Sudut Instagrammablenya"

 

Sejak kemerdekaan India 15 Agustus 1947, Red Fort berada di bawah pengelolaan militer sampai 22 Desember 2003. Sejak itu diserahterimakan ke Archaeological Survey of India untuk direstorasi. Restorasi selesai tahun 2009. Dua tahun sebelumnya, 2007, ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

 

Setiap perayaan Hari Kemerdekaan India tanggal 15 Agustus Perdana Menteri India mengerek bendera nasional India di gerbang utama benteng ini (Lahore Gate) dan menyampaikan pidato. Ini untuk mengenang kali pertama Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru mengibarkan bendera India di Lahore Gate pada tanggal 15 Agustus 1947.

 

BANGUNAN-BANGUNAN & SPOT CANTIKNYA

Benteng yang terletak di Old Delhi ini total luasnya 103,06 ha dengan dikelilingi dinding pertahanan sepanjang 2,41 km. Bentuknya oktagonal. Tinggi dinding ada yang sampai 20 bahkan 30 m.

 

Dari loket untuk membeli tiket masuk kita harus jalan kaki lagi, lumayan jauh. Jadi disarankan naik e-rickshaw resmi yang disediakan pengelola, dengan membayar 20 rupee untuk PP. Begitu turun dari e-rickshaw dinding luar benteng sudah terlihat. Jangan panik kalau meliat antrean yang mengular karena itu antrean untuk pengunjung lokal. Antrean untuk wisatawan asing beda, nggak panjang. Harga tiketnya ‘kan juga beda, lebih mahal sekitar 10x lipat. Kalau bingung, ikuti saja petunjuk atau tanya pada petugas di mana antrean untuk wisman. Setelah melewati security check, barulah kita bisa menuju Lahore Gate, gerbang masuk utama.

 

Naik e-rickshaw

 

Lahore Gate

 

Melewati gerbang, kita langsung berada di aula berbentuk kubah yang penuh dengan toko-toko suvenir yang menjual perhiasan, sutra, dan aneka kerajinan. Dikenal sebagai Chatta Chowk. Berpose di dalam aula kubah ini bagus, ambil sampai kena langit-langitnya. Sayangnya rame banget. Nggak mungkin deh foto kosongan.

 

Chatta Chowk

 

O ya, kalau haus, butuh air minum, bisa mengambilnya di sumber air minum yang ada di bagian samping luar dari aula pertama ini. Airnya adem banget! Soal kebersihannya, entahlah. Tapi nggak ada pilihan, nggak ada yang jual minuman di dalam area benteng ini. Saya meminumnya 2x dan baik-baik saja, hehe.

 

Ambil air minum di sini

 

Taman luas menyambut begitu kita keluar dari aula pertama. Dan di depannya berdiri Drum House (Naubat Khana). Dulu tempat ini dipakai untuk para musisi kerajaan mempertontonkan kebolehannya. Drum House ini satu mukanya berwarna putih, muka lainnya merah. Pintu-pintu kubahnya bolehlah buat dijadikan latar foto.

 

Drum House, muka depannya berwarna putih

 

Dari situ terus ke arah belakang, ada taman lagi, dan di ujung taman ada satu bangunan yang dari jauh saja sudah tampak menarik. Hall of Public Audiences (Diwan-i-Aam), bangunan terbuka persegi panjang dengan 60 pilar yang membentuk 3 lorong, dan fasadnya terdiri dari 9 kubah berukir yang indah dan detil. Seluruhnya berwarna merah bata. Bangunan inilah yang menurut saya paling Instagenik. Yang hobi foto dan difoto bisa betah berlama-lama di sini.

 

Hall of Public Audiences (Diwan-i-Aam), ada 9 kubah

 

Masuk ke dalam lorong-lorongnya, cobalah cari-cari angle menarik, syukur-syukur pas kosong, nggak bocor. Ambil angle bawah supaya lebih bagus fotonya. Seperti foto berikut.

 

Atau foto di bawah satu kubah ke arah luar dengan latar belakang Drum House dengan fasad merah.

 

Bisa juga memotret dari arah sudut dalam sehingga tampak banyak pilar dan kubahnya seperti foto di bawah ini.

 

Puas memotret dari dalam, lanjutkan memotretnya dari luar. Dari angle samping utuh, maupun hanya satu sudut saja seperti 3 foto berikut.

 

 

 

Hall of Private Audiences yang didominasi marmer putih sebenarnya cantik juga. Tapi sayang waktu 1,5 jam tak cukup untuk mengeksplornya. Memang kalau mau puas melihat-lihat maupun berfoto-foto minimal 2 jam, atau bahkan 3 jam. Saya hanya memotret Hall of Private Audiences dari kejauhan.

 

Hall of Private Audiences yang sebelah kanan

 

Padahal masih ada lagi Pearl Mosque, Royal Baths (Hamam), Palace of Color, Paviliun paling selatan yang khusus untuk wanita yakni Mumtaz Mahal yang sekarang jadi museum, juga Rang Mahal yang lebih besar.

 

Jam buka: 07.00-17.30 (Senin tutup)

Tiket masuk: 600 rupee (wisman)

Metro Station: Chandni Chowk

 

Teks: Mayawati NH (Maya The Dreamer) Foto: Hemawati NH, Mayawati NH (Maya The Dreamer)
Comment