MERAYAKAN 875 TAHUN GRAFENBACH - ST. VALENTIN DI AUSTRIA 2022-09-21 00:00

Perayaan dilangsungkan hingga malam hari

 

Grafenbach - St. Valentin adalah sebuah kelurahan di Provinsi Lower Austria, tempat saya tinggal dan bekerja 20 tahun lalu. Kebetulan di tahun 2022 kelurahan ini merayakan ulang tahun yang ke… 875! Bahkan Jakarta saja baru berumur 495 tahun. Ya, Austria memang sebuah bangsa yang sudah lama mencatatkan sejarahnya. Dan tanggal 17 September 2022 kelurahan ini mengadakan kenduri --dalam sebuah tenda di suhu 12 derajat C-- dan mengundang semua warga untuk datang, termasuk “mantan warga” seperti saya.

 

Perayaan 875 tahun Grafenbach

 

Dalam acara ini Lurah Grafenbach - St. Valentin yang bernama Sylivia Kögler membuka acara dengan sepatah dua patah kata seperti di Indonesia, sekaligus bercerita mengenai sebuah buku kenangan yang diterbitkan untuk acara ini. Terakhir buku ini terbit tahun 1997, dan baru sekarang bisa ditulis lagi. Untuk ini, kelurahan memanggil seorang sejarawan untuk menulis sudut pandangnya. Menarik --kali ini sejarah Grafenbach ditulis bukan oleh raja-raja atau presiden, tapi oleh warga biasa-- Ingeborg Meidl, Johann Mohr, dan lain-lain. Mereka diwawancara mengenai sejarah kelurahan. Wah, menarik!

 

Bukan Bangsa Austria namanya kalau tidak melibatkan seni pertunjukan. Kali ini pihak kelurahan mengundang Die Playbackerei, sebuah kelompok sandiwara. Tugasnya sederhana: memerankan cerita warga Grafenbach dalam bentuk musik dan tarian. Walaupun Austria kelihatan sekarang kaya, makmur, dan damai, tapi sejarahnya cukup kelam. Ingeborg Meidl bercerita bagaimana di masa sulit setelah Perang Dunia II tahun 1945, warga harus sangat berhemat dan kesulitan membeli barang-barang. Waktu itu, suaminya, Leopold Meidl, memelihara kelinci untuk dimakan karena uang sangat sulit. “Bahwa sekarang kami berkecukupan, itu hanya karena kami bekerja keras!” kata Leopold.

 

Die Playbackerei, kelompok sandiwara

 

Salah satu adegan sandiwara Die Playbackerei

 

Musik tradisional Austria/Jerman

 

Acara kemudian ditutup dengan band, makan dan minum tentu saja. Pihak kelurahan menyediakan 200 liter bir gratis untuk warga, yang langsung dengan tertib mengantre. Ada tamu khusus malam itu: kontingen musik dari Surberg, Jerman --sister village atau desa sahabat dari Grafenbach. Tentu saja hidangannya khas Austria: semmelschnitzel atau daging yang dibalut tepung lalu digoreng, disantap dengan roti. Sedap! Para warga pun berdansa bersama, dengan musik yang mengalun sampai larut malam.

 

Bir Puntigamer, minuman khas di Grafenbach

 

Semmelschnitzel

 

Suasana panggung malam hari

 

 

Patut diingat, bahwa kelurahan ini baru saja mengalami musibah. Wabah Covid-19 telah memakan korban cukup banyak. Dan di masa depan, tantangan besar menanti: perang Rusia - Ukraina telah memutus suplai gas di sini sehingga kelurahan terancam melakukan blackout selama musim dingin, dan pemanasan ruangan tidak boleh lebih dari 19 derajat C untuk menghemat energi. Harga bensin sudah naik 20%, mencapai Rp30.000 per liter. Namun, warga tidak nampak takut. Ya, desa ini sudah mengalami dua perang dunia, jadi sudah teruji bertahan selama 875 tahun melalui naik-turunnya pergumulan dunia. Saya turut bangga menjadi bagian kecil dari sejarah ini, sekaligus bukti bahwa Bangsa Austria yang kelihatannya galak dan seram ini, ternyata sangat baik dan lembut hatinya, mau menerima warga Indonesia yang ribuan kilometer jauhnya dengan baik. Kita di Indonesia, tentu perlu meneladani kebaikan dan semangat mereka. Dirgahayu Grafenbach - St. Valentin!

 

Penulis bersama warga

 

Warga Grafenbach yang menjual minuman untuk mencari dana

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment