BEGINILAH PENGALAMAN GOWES DI KM 0 SENTUL BOGOR KALA PANDEMI 2020-12-04 00:00

Inilah lokasi KM 0 Sentul

 

Bersepeda menjadi kegiatan bergerak yang tiba-tiba marak di kala pandemi karena kegiatan yang satu ini tetap memungkinkan orang saling menjaga jarak. Ada yang memilih bersepeda di sekitar komplek perumahan dan di jalan raya yang relatif mulus. Ada pula yang memilih bersepeda di jalur offroad yang menantang.

 

Bagi para pegowes di Jabodetabek, KM 0 di Sentul menjadi salah satu tujuan. Jalurnya tidak landai --yang terkadang dianggap membosankan, melainkan berkontur, turun naik, yang dianggap dapat membangkitkan adrenalin.

 

KM 0 Sentul dengan latar suasana asri

 

Sebelum pandemi saya terbiasa bersepeda statis di pusat kebugaran yang terletak di pusat perbelanjaan. Tidak ada tanjakan, tidak ada turunan; adanya “resistance” yang sangat mudah disiasati. Apalagi bila bersepeda dalam kondisi males gerak alias mager.

 

Situasi yang sungguh berbeda dialami ketika gowes di alam. Jalan yang terbentang tidak bisa disiasati, jalur yang menanjak harus dihadapi dengan kayuhan penuh tenaga. Sebaliknya, jalan yang menurun harus dihadapi tanpa lengah. 

 

Baca juga: “Ini Dia Alternatif Liburan di Sekitar Jakarta yang Aman Saat Pandemi

 

Itu sebabnya ketika mendengar tentang KM 0 di Sentul yang sangat terkenal dengan tanjakannya saya tidak tertarik, apalagi tertantang menaklukkannya. Sama sekali tidak. Saya hanya pegowes santuy, mengayuh pedal dengan selow, yang tidak tergoda untuk berpacu.

 

Tapi tiba-tiba seorang teman yang sama-sama newbie dalam gowes mengajak untuk mencoba gowes di KM 0 Sentul. Dan tiba-tiba pula timbul keinginan untuk sekadar pernah mencoba.

 

Baca juga: “Berakit-Rakit ke Hulu, Bersepeda Gunung Kita keTangkuban Perahu

 

Jadilah di suatu Kamis pagi di bulan Oktober 2020 pukul 7, kami bertiga pegowes newbie wanita sudah siap berangkat dari Plasa Niaga Sentul City ditemani 2 guide, yaitu Pak Wowo dan temannya. Sengaja kami tidak memilih akhir pekan karena menghindari keramaian. Jalur yang dipilih adalah jalur melalui Rainbow Hills yang berjarak tidak kurang dari 10 km.

 

Kami bertiga di KM 0 Sentul

 

Awal gowes melalui deretan pohon singkong dan persawahan yang masih landai. Tanjakan dahsyat mulai muncul di tepi jalan yang menjadi proyek Summarecon Bogor. Kami mulai turun dan menuntun sepeda MTB (mountain bike) kami yang sederhana. Ketika jalan sudah kembali landai, kami menggowes kembali.

 

Setengah perjalanan dengan susah-payah kami tiba di Warung Eva, warung yang sangat populer di kalangan pegowes. Saya meneguk teh jahe, salah satu signature drink di sini. Berharap itu bisa menjadi doping.

 

Meneguk teh jahe di Warung Eva

 

Selepas Warung Eva perjalanan tidak menjadi lebih ringan. Tapi teman perjalanan yang tabah dan tetap gembira membuat segalanya menjadi lebih ringan. Menuntun sepeda, gowes lagi, tuntun sepeda lagi, gowes lagi, kami tidak berhenti. Kami tetap ceria ketika beristirahat di tepi jalan, di bawah pohon, di warung, di mana saja.

 

Walaupun hari sudah beranjak siang, matahari sudah semakin terik menyorot, kadang semilir angin berembus. Embusannya sangat menyejukkan di antara keringat yang terus bercucuran.

 

Baca juga: “Bali, Jangan Sedih… Kami Akan Meramaikanmu Lagi…

 

Dengan kayuhan yang semakin pelan, napas yang semakin terengah, akhirnya nampak juga KM 0 itu. Ditandai dengan banner yang menegaskan ketinggian 650 mdpl. Juga patok beton yang dicat merah-putih bertuliskan “0”. Kalau di akhir pekan, konon lokasi ini dipenuhi para pegowes yang sampai antre berpose di titik ini.

 

Banner besar penanda KM 0 Sentul

 

Patok “0”

 

Disponsori “Wahoo” dan “Sram” banner KM 0 itu seakan menyambut mereka yang gowes. Yang berpeluh, yang terengah-engah mengayuh pedal melintasi tanjakan. Yang terpaksa menuntun sepedanya ketika tak berdaya menghadapi tanjakan yang semakin terjal. Yang tetap bertahan untuk tidak memilih kembali turun, sebelum mencapai titik KM 0 ini.

 

 

Teks: Lillyana Dewi Foto: Dok. Lillyana Dewi, Edy Santoso
Comment