MENYELAMI KEHIDUPAN SUKU DAYAK DI PAMPANG, TAK JAUH DARI SAMARINDA 2020-06-20 00:00

Penari suku Dayak Kenyah

 

Saya memantapkan hati untuk pergi ke Desa Budaya Pampang setelah tahu bahwa desa ini merupakan perkampungan suku Dayak yang paling mudah dicapai. Lokasinya tak begitu jauh dari Bandara APT Pranoto Samarinda, berada di jalan poros Samarinda-Bontang Km 5 tepatnya di Desa Pampang Kecamatan Samarinda Utara Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

 

Sore itu begitu tiba di Desa Budaya Pampang saya melihat bangunan lamin besar nan megah menghiasi pelataran yang luas. Terlihat pula beberapa wanita sudah mulai mengemasi dagangan suvenirnya mengingat hari mulai senja dan langit mendung semakin menghitam. Pandangan mata pun beralih, ke arah beberapa orang tua yang berjalan pulang selepas berladang dengan membawa anjat yang terkait di punggungnya, juga sekumpulan anak kecil yang bermain kejar-kejaran penuh tawa.

 

Baca juga: "Siapa Bilang ke Derawan Tanpa Ikut Tur Itu Susah?"

 

Desa Budaya Pampang diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur HM Ardans pada Juni 1991. Tujuannya supaya desa ini menjadi barometer pelestarian adat serta budaya suku Dayak. Sejak saat itu Desa Budaya Pampang selalu ramai pengunjung, tak hanya wisatawan lokal namun banyak pula wisatawan mancanegara. Kebudayaan suku Dayak memang selalu menyita perhatian. Pakaian, aksesoris kepala, senjata tradisional, ornamen khas hingga tariannya dinilai memiliki daya pikat tersendiri.

 

Supaya kunjungan ke Desa Pampang lebih berkesan, saya anjurkan untuk menginap di rumah warga. Saya tinggal di rumah Mamak Luwing (nomor HP 082151789091), salah satu dari beberapa wanita yang menjual suvenir khas suku Dayak di Desa Budaya Pampang. Rumah panggung ulin yang sederhana seolah menyambut kedatangan saya dengan hangat dan ramah. Saya bisa merasakan keharmonisan di tengah kebersahajaan sekaligus melihat kegiatan sehari-hari orang Dayak Kenyah lewat keluarga ini.

 

TELINGA PANJANG DAN TATO

Ada yang mencuri perhatian saat saya berkunjung ke lokasi lamin keesokan harinya. Seorang wanita tua meski kulitnya sudah mulai layu, tetap tampil gagah dengan tato yang melekat di tangan dan kaki serta memiliki telinga panjang. Saya mencoba menghampiri dengan maksud berkenalan dengannya. Dia bernama Pui Periaq.

 

Pui Periaq dan kuping panjangnya

 

Dalam kebudayaan suku Dayak, tato erat kaitannya dengan ritual tradisional yang menghubungkan peribadatan dan karya seni. Adapun ketentuan pemakaian tato sebagai berikut: bagi orang Dayak Kenyah, tato dunia atas bermotif burung enggang hanya boleh dipakai para bangsawan; sementara tato dunia tengah bermotif pohon kehidupan dan tato dunia bawah bermotif naga dipakai oleh orang biasa.

 

Sedangkan telinga panjang awalnya berkaitan dengan tingkat sosial kebangsawanan. Sayangnya, di era sekarang tradisi pemanjangan telinga yang disebut Telingan Aruu mengalami penurunan. Orang Dayak Kenyah sendiri panjang telinga kaum pria tidak boleh melebihi bahu dan kaum wanita boleh hingga sebatas dada. Prosesi penindikan atau Mucuk Penikng dimulai sejak bayi. Setelah kering dipasanglah benang yang nantinya diganti dengan kayu. Setelah lubang membesar, anting berbentuk gelang ditambahkan satu per satu hingga akhirnya semakin panjang.

 

Baca juga: "Wisata di Sekitar Palangka Raya: Bukit Batu (Pertapaan Tjilik Riwut)"

 

LAMIN TEMUNG TAWAI

Adalah sebuah bangunan rumah suku Dayak Kenyah di Desa Budaya Pampang. Saat mendekati lamin sayup-sayup terdengar suara seorang pria mempersilakan saya masuk. Ada tiga orang kakek di dalam bangunan besar itu, mereka adalah Pui Pajang, Pui Pesim dan Pui Plimau, lengkap mengenakan atribut khas suku Dayak Kenyah. Saya mencoba mengobrol singkat dengan Pui Pesim sebelum akhirnya mengajak mereka berfoto bersama.

 

Pui Pajang, Pui Pesim dan Pui Plimau

 

Rumah panggung berbentuk memanjang berukuran 40 x 18 m ini dulunya tempat tinggal bersama. Namun di era modern terjadi perubahan fungsi Lamin Temung Tawai menjadi tempat pertunjukan seni. Seperti misalnya teras yang awalnya dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan para orang tua Dayak Kenyah, kini dialihfungsikan menjadi ruang pertunjukan sekaligus tempat penonton duduk.

 

Bangunan Lamin Temung Tawai sengaja didesain berupa panggung. Tujuannya untuk menghindari kelembapan tanah sekaligus mengantisipasi serangan binatang buas kala Desa Pampang masih berupa hutan. Bahan baku didominasi kayu ulin yang terkenal kekuatannya. Sementara untuk bagian kecil lainnya menggunakan kayu bengkirai, kayu kapur dan kayu meranti. Bagian puncak atap ditutup menggunakan kulit kayu sirap yang diikat dengan tali-temali kayu rotan yang diambil dari hutan.

 

Lamin Temung Tawai

 

Di bagian dalam lamin terdapat ukiran gambar bermotif menyerupai lengkungan-lengkungan berwarna kuning, putih dan hitam. Suku Dayak Kenyah dikenal sangat menghormati arwah leluhur. Mereka selalu menuangkan rasa hormatnya melalui seni gambar tersebut, tak terkecuali yang terukir di dalam Lamin Temung Tawai. Selain itu, ukiran dan pahatan juga bisa ditemukan pada benda-benda yang sering mereka gunakan, seperti halnya ulu mandau dan juga tato di tubuh.

 

TARIAN ADAT

Budaya suku Dayak memang tak pernah lepas dari pagelaran seni. Khusus hari Minggu Desa Budaya Pampang secara rutin menggelar pementasan tari yang dimulai pukul 14.00 hingga 15.00. Ratusan pengunjung dari dalam maupun luar kota bahkan mancanegara selalu tampak memadati Lamin Temung Tawai tempat berlangsungnya acara. Sebelum dimulai, sang pembawa acara memberi penjelasan tentang makna dari tarian yang akan digelar. Adapun jenis-jenisnya meliputi Kancet Punan Lettu, Kancet Lasan, Kancet Nyalama Sakai, Hudoq, Manyam Tali, Pemung Tawai, Tarian Burung Enggang, Leleng dan Pangpanga.

 

Penari

 

Saat penyelenggaraan tarian seluruh masyarakat Desa Pampang dilibatkan baik tua maupun muda. Sementara untuk menikmati keseluruhan acara pengunjung cukup membayar Rp25.000. Setelah puas menikmati pagelaran seni tari pengunjung bisa mengajak berfoto bersama masyarakat yang berpakaian lengkap khas suku Dayak Kenyah. Jangan lupa, ada biaya tambahan bagi yang ingin berfoto bersama, sebesar Rp50.000-70.000 untuk tiga kali pemotretan. Harga bisa berubah sewaktu-waktu.

 

Baca juga: "Temajuk, Destinasi Wisata Baru di Ekor Kalimantan Barat"

 

KERAJINAN SENI

Berjarak sekitar 50 m dari Lamin Temung Tawai terdapat tempat yang khusus dipakai beberapa wanita untuk menjual beragam suvenir. Semua barang yang dijual merupakan hasil kerajinan tangan masyarakat setempat. Ciri khasnya adalah manik-manik yang dominan dipilih sebagai bahan pemercantik suvenir. Beberapa jenis oleh-oleh khas Desa Budaya Pampang seperti alat gendong bayi, keranjang panggul atau anjat, dompet, tas manik-manik, kalung, gelang, bando, mandau, topi Dayak maupun baju Dayak. Harga yang ditawarkan bervariasi, mulai Rp50.000 hingga jutaan rupiah.

 

Aneka suvernir

 

MENUJU DESA BUDAYA PAMPANG

Ada penerbangan langsung dari Jakarta, Surabaya atau Yogyakarta menuju Samarinda. Setibanya di Bandara APT Pranoto Samarinda perjalanan dilanjutkan melalui darat sekitar 15 menit menuju Desa Budaya Pampang. Salah satu rekomendasi transportasi dari Bandara APT Pranoto Samarinda adalah Ding Uluk di nomor HP 081346331226.

 

Teks: Arief Nurdiyansah Foto: Arief Nurdiyansah, Bayu Krisnasakti, Clara Soca Atisomya, Novia
Comment
Curt

The 10 Most Dismal Playboy Pornstars Failures Of All Time Could Have Been Prevented kayleigh Porn Star

2024-03-22