MEMBANDINGKAN LABENGKI & SOMBORI DENGAN RAJA AMPAT SEPERTI MEMBANDINGKAN RAISA DENGAN NADINE! 2017-09-11 00:00

Labengki Besar dan gradasi air laut yang menawan

 

“Ada tiruan Raja Ampat nih di Sulawesi... Labengki dan Sombori. Jauh lebih murah lagi...” Mungkin sekitar 2 tahun lalu saya mendengar komentar itu dari beberapa teman atau dari baca-baca di internet. Sempat penasaran. Beneran nggak sih?

 

Ngelihat foto-foto doang  pastinya nggak bisa menjawab rasa penasaran saya. Foto kadang bisa jadi “palsu” alias diedit maksimal atau diambil di angle yang nggak biasa oleh fotografer profesional sehingga tampak uwowww.... Apalagi sekarang banyak foto diambil dengan drone, yang hasilnya spektakuler tapi kalau kita melihat dengan mata dari bawah, ya gitu-gitu aja sih. Tapi sebaliknya foto juga kadang lebih nggak uwowww dari aslinya yang dilihat mata. Jadi saya nggak bisa komen sebelum membuktikannya sendiri.

 

Sombori Hills yang digadang-gadang mirip Raja Ampat

 

BUKTIKAN SENDIRI

Agak terlambat memang saya membuktikannya. Baru awal September 2017 lalu saya akhirnya berkesempatan ke Kepulauan Labengki dan Sombori di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Itu pun karena diajak teman. Pergi nggak pake mikir, dan kebetulan murah, sharing cost. Padahal Labengki mulai dibicarakan di medsos akhir 2013/awal 2014 karena ada beberapa komunitas traveler di Kendari yang menggelar acara tahun baru di sana. Dan tahun 2015 makin banyak spot baru ditemukan sehingga makin hebohlah “Raja Ampat KW” ini di jagat maya. Info ini saya peroleh dari Akha dari Jelajah Sultra – pemandu lokal yang jasanya kami pakai.

 

Biar terlambat, yang penting kesampean lah ya saya membuktikan dengan mata sendiri.

 

Perjalanan selama 3 hari memang tak cukup untuk mengeksplor semua tempat di kedua kepulauan itu. Apalagi cuaca kurang bersahabat pada kami. Tapi untunglah kami tetap bisa memaksimalkan waktu kunjungan. Spot-spot wajibnya bisa keturutan semua.

 

JADI, SEBAGUS APA LABENGKI & SOMBORI?

Bukan bermaksud sekadar ingin beda dari arus utama, tapi saya justru lebih mengagumi Labengki dan Sombori dari gua-guanya. Tiga gua kami datangi: Gua Kolam Renang di Pulau Labengki Kecil, Gua Allo dan Gua Berlian di Kepulauan Sombori. Di luar ekspektasi, ketiga gua ini membuat saya dan semua teman berdecak kagum, dan betah! Formasi stalaktit dan stalakmitnya serta keseluruhan kontur guanya luar biasa cakep. Terutama yang juara Gua Berlian lah! Kami sudah dibuat terkagum-kagum padahal belum sempat melihat ray of light-nya yang katanya mirip Gua Jomblang di Gunungkidul DIY. Faktor cuaca dan mungkin datang di saat yang kurang tepat sehingga kami nggak melihat si ray of light. Gua-gua di Raja Ampat yang pernah saya kunjungi nggak ada yang sekeren Gua Berlian ini.

 

Gua Berlian

 

Gua Allo

 

Lalu, Anda pasti penasaran, bagaimana komentar saya mengenai view Raja Ampatnya? OK, begini... Ada dua tempat yang digadang-gadang sebagai miniatur Raja Ampat. Pertama Kimaboe Hills di Labengki dan kedua Sombori Hills atau tepatnya Puncak Kayangan di Sombori.

 

Saya naik ke Puncak Kayangan dulu di hari kedua. Sayang, kami naik setelah hujan turun, lepas tengah hari. Langitnya flat, air laut yang bergradasi hijau muda-hijau turkois-biru itu juga jadi kurang cerah karena kurang matahari, dan posisi kami backlight. Semua itu pastinya memengaruhi penilaian saya. Tapi terlepas dari cuaca yang kurang mendukung, pemandangan dari bukit setinggi 30-an meter ini nggak sampai bikin saya langsung berseru “wowww...” seperti yang saya dan semua teman alami begitu sampai di Puncak Wayag, Piaynemo, atau Dapunlol di Misool Raja Ampat. Tampak memang formasi pulau-pulau karstnya seperti di Raja Ampat, tapi sebarannya nggak menciptakan pemandangan yang spektakuler.

 

Puncak Kayangan alias Sombori Hills yang kami daki

 

Tapi oh ya, kami memang hanya mendaki bukit yang satu itu, nggak naik ke bukit lain di area itu juga, yang katanya lebih susah dicapainya. OK, supaya fair, saya pun minta ditunjukkan foto pemandagan dari bukit satunya lagi. Oooh... yaaa... Ini baru lebih mirip Piaynemo. Tapi tetap, Piaynemo lebih kece, pemirsa...

 

Puncak lain di Sombori yang tak sempat kami daki

 

View Raja Ampat satunya lagi yang di Kimaboe Hills, Labengki Besar, yang berseberangan dengan Teluk Cinta, malah kurang mirip Raja Ampat. Tapi keberadaan hamparan batu karst runcing-runcing sebagai foreground foto membuat spot ini keren. Gradasi warna air lautnya bolehlah mirip Wayag.

 

Kimaboe Hills

 

Yang lebih menarik justru saat speedboat kami melaju di antara gugusan pulau-pulau karang baik di Labengki maupun Sombori, ahaaa... tetiba saya berasa seperti sedang di Misool. Iya mirip nih gugusan pulau-pulaunya. Menghibur mata.

 

Labengki & Sombori juga digadang-gadang mirip Raja Ampat bukan hanya dari bird-eye view-nya tapi juga dari kekayaan biota laut dan kejernihan airnya. Soal kejernihannya, saya sih yesss... Beniiiing.... Bahkan laut di sekitaran Pulau Labengki Kecil yang cukup padat ditinggali warga aja bening dan bersih. Salut! Perairan di Rumah Nenek, Air Kiri, Pasir Panjang semua beniiing... Tapi saat snorkeling, saya sih melihat sepi ikan. Ada ikan, tapi nggak banyak. Terumbu karang cukup variatif, walaupun di beberapa tempat ada juga yang rusak. Jadi meskipun banyak blog yang nulis, banyak tempat snorkeling bagus di Labengki dan Sombori, saya sih belum sepakat. Entahlah, mungkin saya yang kurang hokie.

 

Beniiiing.... Asik buat berenang cantik dan foto-foto

 

Visibility OK tapi agak sepi ikannya

 

Saya juga belum membuktikan kekayaan underwater-nya dengan menyelam. Mungkin kalau menyelam bisa ketemu hiu dan kawanan barakuda, seperti yang saya tonton di Youtube. Dan eh, Labengki ini ternyata punya kima raksasa (giant clam) terbesar kedua di dunia lho! Sayang, saya nggak menyelam, jadi nggak bisa melihat langsung sebesar apa. Di Raja Ampat dan Bunaken saya pernah melihat kima raksasa juga.

 

Labengki dan Sombori punya apa lagi selain bird-eye view, gua, air laut bening, spot snorkeling dan tentunya pantai-pantai indah? Masih ada laguna-laguna cantik yang airnya bener-bener hijau turkois. Sebut saja Laguna Mahumalalang dan Laguna Poros Kampali yang biasa disebut juga Danau Kembar.  Saya suka banget Laguna Mahumalalang, difoto dalam keadaan mendung aja cakep. Nggak ada laguna yang seperti ini di Raja Ampat.

 

Laguna Mahumalalang.Love it!

 

Kami berjuang mencari pijakan di Laguna Poros Kampali

 

LEBIH MURAH DARI RAJA AMPAT?

Tergantung fasilitas seperti apa yang kita pilih, itu menentukan biaya bisa murah, bisa pula mahal. Banyak yang eksplor Labengki & Sombori dengan gaya backpacker dan itu memang dimungkinkan. Nginap di balai desa, island hopping naik perahu kayu, satu rombongan terdiri dari banyak orang (lebih dari 10) atau ikut open trip. Dengan versi seperti ini biayanya sekitar Rp 900.000 per orang untuk 3 hari trip, di luar tiket pesawat ke Kendari.

 

Ada juga open trip yang dijual dengan harga Rp 3 jutaan untuk 3 hari. Kalau kami ambil yang moderat: tinggal di rumah penduduk yang cukup bagus dan ada air tawar untuk mandi, naik speedboat dengan kekuatan mesin 2 X 85 PK, kapasitas 12 orang. Biayanya hanya Rp 1,6 juta untuk 3 hari. Jumlah kami 12 orang. Ya betul, ini lebih murah dari eksplor Raja Ampat.

 

Tapiii... Kalau menginap di resor dengan posisi strategis di Teluk Cinta di Labengki, fiuhhh, dihitung-hitung jauh lebih mahal dari menginap di resor ber-AC di Raja Ampat. Padahal resor yang di Labengki ini nggak ber-AC.

 

KESIMPULANNYA?

Labengki & Sombori cakep, Trippers! Layak banget buat didatengin. Nggak usah banding-bandingin dengan Raja Ampat sih benernya. Karena saya yakin Anda pun sepakat, setiap tempat punya kelebihan dan keunikan masing-masing. Nggak sah juga kalau harus dinilai cakepan mana. Sama halnya dengan membandingkan antara Raisa dan Nadine. Bingung ‘kan cantikan mana... Coba tanya sama rumput yang bergoyang, eh Hamish Daud... Hehehe....

 

 

 

Teks: Mayawati NH Foto: Akha Jelajah Sultra, Mayawati NH, Raiyani Muharramah
Comment