MELOMPATI “PAPAN BERSALJU” DI JANTUNG PAPUA (Bagian 1) 2016-10-07 00:00

Laksana salju di Batu Papan

 

Papua punya segudang pemandangan alam yang eksotis dan masih perawan pula! Raja Ampat dan Lembah Baliem tentulah yang paling banyak disebut orang untuk mewakili indahnya Papua. Sebagian besar spot wisata di kedua destinasi itu memang sudah banyak dijamah turis, tapi masih banyak lekuk-likunya yang masih perawan. Untuk Raja Ampat, sebut saja perairan di utara Pulau Waigeo yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik yang katanya bakal jadi surga baru bagi peselancar. Untuk Lembah Baliem, desa-desa yang didiami Suku Yali jauh di belahan timur lembah surga itu, masih hanya menjadi impian bagi sebagian besar para pejalan lokal. Tapi kali ini bukan tempat perawan di Raja Ampat maupun Lembah Baliem yang akan dibahas, melainkan sebuah tempat bernama Batu Papan.

Melompat di Batu Papan

 

Coba Anda googling dengan kata kunci “Batu Papan”. Yang keluar adalah Desa Batu Papan di Mamasa, Sulawesi Barat; dan pemandian alam Batu Papan di Palopo, Sulawesi Selatan; juga Batu Papan-Batu Papan lain. Nggak ada Batu Papan yang satu ini, yang berada di jantung Papua, tepatnya di atas Danau Habema, di kaki Puncak Trikora, dengan akses dari Kota Wamena.

 

DARI WAMENA KE DANAU HABEMA DULU

Turis datang ke Wamena selain untuk ke Lembah Baliem, tentunya juga untuk ke Danau Habema. Dengan lokasi di ketinggian sekitar 3.300 m, danau ini menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. Untuk mencapainya dari Kota Wamena kita harus naik mobil 4WD ke arah barat, menempuh jalan mendaki dan sesekali menurun yang berkelok-kelok selama +/-3 jam. Dan, kita juga harus melapor dulu ke Pos Napua yang dijaga TNI –posisinya sekitar 15 menit dari Kota Wamena.

 

Naik mobil 4WD ke Danau Habema

 

Nama asli Danau Habema sebenarnya Yuginopa, dan sebagian penduduk masih menyebutnya dengan nama itu. Nama Habema belakangan muncul, diambil dari nama seorang perwira Belanda, Letnan D. Habema, yang mengawal ekspedisi yang dipimpin Hendrikus Albertus Lorentz ke Puncak Trikora tahun 1909. Nama Lorentz pun dipakai sebagai nama Taman Nasional Lorentz. Nah, Danau Habema berada di area Taman Nasional Lorentz yang luasnya 2,4 juta hektar ini.

 

Danau Habema, dikelilingi pegunungan

 

Setelah mencapai batas vegetasi di ketinggian sekitar 3.000-an mdpl kita akan melihat pemandangan yang biasanya hanya kita lihat kalau mendaki gunung. Sudah nggak ada pohon-pohon tinggi –kalaupun ada hanya berupa ranting yang beberapa di antaranya digantungi rumah semut. Mayoritas pemandangan adalah tundra, padang rumput, aliran sungai kecil, bebatuan yang diselimuti lumut dan tentunya barisan pegunungan di kejauhan. Nggak mudah dideskripsikan dengan kata-kata deh!

 

 

Sekitar 2 jam lebih perjalanan, danau sudah terlihat. Kita bisa memilih, mau turun ke danau dulu, atau lanjut terus ke atas. Kalau mau turun ke danau, setelah turun dari mobil, kita harus berjalan kaki melewati tanah berawa, ada kubangan di sana sini. Sekitar 45 menit jalan kaki baru sampai tepi danau. Selain menikmati keindahan danau dari dekat, ada satu aktivitas yang bisa dilakukan di sini. Bukan, bukan berenang di danau, karena airnya sangat dingin. Suhu siang hari aja bisa 10 derajat celcius. Melainkan bird watching. Jenis burung yang paling dicari adalah cendrawasih bulu kuning. Kegiatan mengamati burung ini biasanya lebih diminati turis asing.

 

Tampak gazebo rusak di kejauhan

 

Nggak ada fasilitas apa-apa di tepi danau selain gazebo-gazebo sederhana yang bahkan atapnya pun kini sudah banyak rusak. Kalau mau buang air kecil, ya silakan cari semak-semak.

Lanjut cerita tentang Batu Papannya besok ya....

 

(Bersambung)

Teks: Mayawati NH Foto: Mayawati NH, Priyo Tri Handoyo
Comment