Kenangan saya tentang sepi dan tenangnya Gili Air buyar begitu saya menjejakkan kembali kaki di pulau yang berada di perairan barat Pulau Lombok itu Maret 2018 lalu. Lepas dari dermaga, terbentang jalanan aspal yang di kiri kanannya penuh dengan kafe, rumah makan, toko, kantor agen perjalanan, penginapan. Tiba-tiba saya merasa ini kok seperti di Phi Phi Don di Phi Phi Islands yang ramai turis dan padat di sepanjang garis pantainya. Jalanan di bibir pantai pun telah dilapis konblok, walaupun sebagian lagi masih seperti dulu, hanya pasir. Wajar sih Gili Air telah jauh berubah, terakhir saya ke sini 9 tahun lalu!
Sekarang sudah pakai konblok dan banyak toko
Dulu masih jalanan berpasir
SEJAK KAPAN BERUBAH?
Saya penasaran, sejak kapan Gili Air berubah? Saya berusaha googling sebelum menulis artikel ini. Arrrgh... bahkan artikel yang dimuat tahun 2017 pun masih ada yang menyebutkan Gili Air sepi. Hellow... Ah, jangan-jangan ‘penyakit’ asal kopas nih. Memang sih... mungkin tetap lebih sepi dari Gili Trawangan yang ingar-bingar selalu. Dan mungkin kalau cari sepi harus menginap bukan di pesisir selatan dan timur yang memang kawasan padat. Tapi sungguh deh, dibanding tahun 2009, Gili Air sudah jauuuh lebih rame.
Baca juga: "Gili Trawangan, Ibiza Ala Indonesia"
Gili Air sekarang
Dulu saya berjalan kaki menyusuri garis pantainya, nggak setiap jengkal bisa nemu kafe, resto atau bungalow –jaraknya lumayan jauh-jauh. Turis juga belum terlalu banyak. Saya bisa tidur siang di balai-balai tepi pantai di bawah pohon tanpa terusik orang lalu-lalang. Waktu baru tiba di dermaga dan mau menitipkan ransel di pos dekat dermaga saja agak susah nyari orang.
Dulu sepiiii...
Di ketiga Gili (Trawangan, Meno, Air) hingga kini tetap diberlakukan larangan kendaraan bermotor, cuma boleh sepeda dan cidomo (ditarik kuda, tapi rodanya ban motor). Etapi sekarang sudah banyak motor listrik ternyata. Mungkin dibolehkan karena nggak mengeluarkan suara dan nggak mengeluarkan gas buang yang menyebabkan polusi.
MENGINAP DI MANA?
Nggak seperti 9 tahun lalu di mana saya cuma mampir tanpa bermalam di Gili Air, kali ini saya menginap satu malam di 7 Seas Cottage. Kamarnya nyaman, ada teras berpagar pula, dan kamar mandinya luasss banget! Segede kamar kos-kosan lah hahaha. O ya, di kamar nggak ada TV. Kalau mau nonton film, tiap malam pihak penginapan memutar film di ruang makan dengan layar lebar. Beberapa penginapan lain juga melakukan hal yang sama. Apakah trennya begitu, saya kurang tahu persis. Bagus sih, jadi wisatawan nggak ndekem di kamar aja.
AKTIVITASNYA APA SAJA?
Kali ini saya memilih nggak bersepeda ataupun jalan kaki keliling pulau seluas 170 hektar ini, melainkan duduk leyeh-leyeh saja sorenya dan esok paginya snorkeling. Kami snorkeling tanpa naik boat, cukup di pantai pesisir timur di depan Cafe Corner. Airnya bening, ikan-ikannya banyak dan menghampiri kalau kita kasih umpan roti tawar yang bisa dibeli di warung dekat pantai seharga Rp20.000. Kedalamannya sekitar 1,5-4 meter. Alat snorkeling kalau nggak punya juga banyak penyewaan dengan harga bersahabat dengan kantong, antara Rp30.000-60.000 tergantung sewa lengkap atau nggak. Di bagian depan Cafe Corner terdapat kursi leyeh-leyeh berpayung. Nggak sewa, tapi harus beli minuman seharga minimal Rp200.000 kalau mau ngetem di situ.
Snorkeling
Bagi yang suka berfoto jangan lupa berfoto di depan spot kekinian yakni ayunan di tengah air. Di Gili Air ini adanya di depan Villa Ombak. Datanglah pagi-pagi sekali saat wisatawan lain belum bangun, jadi nggak ngantre. Lagipula cahayanya pas datang dari arah kanan depan.
Berfoto di spot kekinian
O ya, buat yang mau sepedaan, harga sewa sepeda Rp50.000 seharian. Kalau kita baru sewa lepas tengah hari, sepedanya boleh disimpan dulu di hotel tempat kita menginap, dan lanjut lagi gowesnya esok harinya sampai siang. Kalau malas balikin, bisa juga menitipkan sepeda pada resepsionis hotel tempat kita menginap, nanti yang punya sepeda akan mengambilnya (waktu nyewa, sebutkan hotel kita).
Sepedaan
CARA KE GILI AIR
Kalau memilih naik public boat, ada pilihan kapal kayu lambat atau fast boat dari Pelabuhan Bangsal. Kapal kayu tarifnya Rp25.000 tapi baru jalan setelah penumpang penuh. Fast boat tarifnya Rp85.000 dan berangkat tiap 1 jam. Durasi perjalanannya 10-25 menit. Kalau sewa speedboat berangkatnya dari Teluk Nare atau Teluk Kodek, durasi hanya 7-8 menit. Sewanya sekitar Rp 450.000-500.000 sekali jalan dengan kapasitas 10-12 penumpang.
Baca juga: "Itinerary Island Hopping 3 Gili & Beach Hopping di Lombok 4 Hari"