SEMRIWING ALA GADO-GADO BU YATI PURI INDAH 2021-02-28 21:00

 

Berhubung saya pernah lama kerja di bilangan Puri Indah Jakarta Barat, maka begitu ada kesempatan mampir, selalu ada rindu yang meradang. Rindu akan makanannya tentu saja! Ketika berhenti di lampu merah Puri Indah dari arah Kembangan, sudah terbayang pilihan yang bikin kangen: ketoprak Mas Kas dan Soto Mie Srengseng Blok A? Bakmi Agoan? Hay Tien? Depot Jatim Eka Jaya? Bakso BCA?

 

Namun, kali ini ada satu pilihan lain yang menggoda. Asalnya dari teman yang sudah lama sekali tinggal di Puri Indah. Ternyata, ada satu hidden gem dari beliau, yaitu: Gado-gado Bu Yati! “Kamu cobain deh. Itu gado-gadonya enak banget! Khas Betawi, si Bu Yatinya juga ramah sama pembeli...” kata teman saya. Berhubung beliau adalah member JS (Komunitas JalanSutra) senior yang lidahnya terpercaya, saya jadi penasaran. Apalagi, lokasinya sangat familiar, tapi saya tidak pernah nyicipin yang satu ini!

 

Baca juga: "Nasi Jamblang Mang Dul, Sarapan Sambil Senyum Purbalingga"

 

Dengan terpaksa, saya membatalkan ketoprak Mas Kas, dan berjalan dengan panduan GPS menuju titik lokasi Gado-gado Bu Yati. Saya melewati tempat praktek dokter obgyn langganan kami, menyusuri jalan kantor kelurahan di belakang hotel yang jadi tempat meeting favorit waktu masih kerja dulu. 

 

Hantaman pandemi sangat terasa bahkan di gang-gang ini. Komplek food court di sebelah kantin D’Hoek, tempat Soto Mie Srengseng berjualan, tutup total. Soto Mie H. Darjo yang tadinya berjualan di situ, kini pindah ke seberang, sementara Tahu Pletok Tegal pindah ke D’Hoek. “Mana kios chinese food, kok nggak jualan?” tanya seorang pelanggan. “Sudah meninggal Bu owner-nya...” jawab pemilik kantin dengan prihatin. Bahkan ketika saya membelok ke kiri menuju lokasi Bu Yati, seorang ibu dengan wajah sedih nampak sedang bicara di handphone jadulnya. “Saya minta tolong, berikanlah waktu satu bulan lagi. Kondisinya sekarang sedang sulit...” katanya. 

 

Baca juga: "Sop Janda, The Widower's Soup Ala Cibitung"

 

Untung, Bu Yati masih buka, persis di sebelah Warteg Bahari. Dindingnya penuh tempelan pengumuman: “DILARANG MAKAN DI TEMPAT” dan “TERSEDIA HAND SANSEZEZER”. Antrean beberapa ojol online nampak menunggu, pertanda bahwa Bu Yati berhasil melebarkan sayap marketingnya di masa pandemi ini. Saya langsung memesan: “Gado-gado ya Bu, satu porsi bungkus, bumbu pisah, pedas!” Bu Yati yang masih sibuk mempersiapkan pesanan lain (paling populer rujak dan gado-gado) menjawab dengan anggukan senyum. Di dapurnya yang sederhana, nampak foto kuno anak-anaknya yang memegang piala, serta showcase andalannya: sebuah kotak kaca berisi buah-buahan segar termasuk pisang batu, yang bersih kinclong. Ya, etalase bersih adalah syarat warung yang enak!

 

 

Dengan bandrol Rp33.000, saya berharap banyak. Harga ini cukup mahal untuk gado-gado! Saya membuka bungkusannya lalu menyiramkan setengah bumbunya yang buanyak banget. Lontong, toge, tahu, tempe, kerupuk dan emping, kombinasi penanda gagrak Betawi. Saya tuangkan bumbunya, aduk, lalu saya cicipi.

 

 

Wow! Memang, lidah member JS senior tidak boleh diremehkan! Pertama, semua komponennya segar walaupun saya babungkus. Semuanya renyah dan bersih, tidak ada aroma langu. Lalu, yang sangat spesial adalah bumbunya! Berbeda dengan bumbu gado-gado biasa, yang ini memiliki top note alias wangi sedap seperti bunga. Sekilas mirip bubuhan jeruk, namun tidak ada acidity yang bisa merusak rasa bumbu jika disimpan lama (tidak ada jeruk limau dalam paketnya). Jadi, mungkin ini daun jeruk atau kulitnya! Lalu, aftertaste-nya juga menarik, karena ada rasa semriwing yang tidak biasa. Dugaan saya mungkin Bu Yati menggunakan jurus herbal Betawi, mungkin bangle, untuk menghadirkan rasa ini. Hasilnya adalah bumbu yang meskipun manis dan berminyak, namun tidak membuat eneg! Bahkan setelah makan, mulut seperti habis sikat gigi. Widih, mantap!

 

Yuk, cobain gado-gado Bu Yati! 

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia.

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment