Kapal Sarfaq Ittuk, jelajah Greenland
Berbeda dengan negara tetangganya, Islandia (Iceland), yang menjadi incaran para travelers seluruh dunia, Greenland mungkin bukanlah tujuan utama bagi banyak orang. Namun di balik putih, dingin dan bersaljunya Greenland terdapat potensi wisata yang besar, kearifan lokal dan hangatnya keramah-tamahan penduduk setempat.
Greenland adalah sebuah pulau besar di Samudera Atlantik, sebelah timur laut Kanada. Dengan luasnya yang 2.166.086 km2 Greenland menjadi pulau terluas di dunia. Greenland masuk dalam wilayah Kerajaan Denmark, dengan ibu kota Nuuk, di Greenland Barat Daya.
Baca juga: "2 Tahun Berburu Aurora Borealis di 4 Negara"
BERANGKAT DARI KOTA NUUK
Saya memilih untuk menjelajahi lautan es di Greenland dengan kapal laut, dengan bonus kesempatan untuk singgah di beberapa kota di sepanjang garis pantai Greenland Barat. Kota-kota dan penduduk Greenland memang terkonsentrasi di wilayah pesisir pantai, mengingat bagian tengahnya dipenuhi es abadi dengan kondisi dan suhu yang ekstrem.
Kapal penumpang Sarfaq Ittuk yang saya naiki berangkat dari Kota Nuuk dengan tujuan akhir Kota Ilulissat yang ditempuh selama 3 hari 2 malam. Saya harus merogoh kocek sebesar DKK 1.800–4.700 (sekitar Rp4-10 juta) untuk biaya perjalanan ini.
Pemandangan Kota Nuuk
Berangkat malam hari dari Kota Nuuk, keesokan paginya kami tiba di Kota Maniitsoq. Sunyi dan sepi suasana Maniitsoq di pukul tujuh pagi tidak membuat surut semangat saya untuk berjalan kaki mengelilingi kota yang terkenal dengan julukan ”Venesia versi Greenland”. Saya hanya punya waktu satu jam sebelum kapal berangkat kembali menuju kota selanjutnya, Kangamiut.
Temperatur udara 0º C, cukup hangat untuk ukuran Greenland. Pantas saja langit terlihat cerah dan indah. Hotel Maniitsoq di puncak bukit, gereja tua dan supermarket lokal Brugseni sempat saya kunjungi. Terlihat juga kanal alami dengan latar belakang pelabuhan, bukit-bukit bersalju, dan rumah bercat warna-warni.
Rumah-rumah kayu bercat warna-warni juga menjadi pemandangan utama ketika kapal berhenti sejenak di Kangamiut. Kota ini terletak di pulau kecil dengan penduduk lokal yang hanya berkisar 350 orang. Pemilihan warna seperti ini lumrah ditemui di berbagai permukiman dengan kondisi alam serupa, untuk mencerahkan suasana terutama ketika musim dingin yang dipenuhi salju putih dan gelap berkepanjangan.
Rumah kayu warna-warni di Kangamiut
DOG SLEDDING
Destinasi ketiga, Kota Sisimiut, kota kedua terbesar di Greenland. Waktu dua jam di pemberhentian kali ini saya manfaatkan untuk melihat secara langsung sled dog atau anjing penarik kereta luncur, salah satu identitas budaya di negara ini. Ya, di Sisimiut-lah turis dapat mengikuti petualangan kereta luncur anjing.
Atraksi dog sledding merupakan salah satu dari The Big Arctic Five, lima pengalaman unik yang menjadi incaran wisatawan selama berpetualang di Greenland. Empat lainnya adalah berkenalan dengan penduduk asli perintis, melihat aurora, menikmati pesona hamparan lapisan es, dan mengenal berbagai jenis paus. Tapi sled dog hanya diizinkan di kota-kota wilayah utara Lingkar Arktik. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas asli dari anjing-anjing berketurunan serigala ini.
Anjing-anjing penarik kereta luncur
Dengan fisik kuat, naluri berburu tajam, serta mantel tebal untuk melindungi mereka dari suhu ekstrem jauh di bawah nol derajat, anjing kereta luncur Greenland telah menjadi andalan utama transportasi darat di wilayah-wilayah permukiman di Lingkar Arktik sejak lebih dari 5.000 tahun lalu.
KOTANYA PAUS
Sudah waktunya saya kembali ke kapal untuk meneruskan perjalanan di malam terakhir. Lempengan es besar yang saling beradu terlihat di perairan sekitar dan tampak jelas sebagian wilayah pelabuhan yang membeku. Musim dingin tahun itu memang lain dari biasanya. Seharusnya, tanda-tanda datangnya musim semi sudah jelas terlihat dan lautan es sudah mulai mencair. Namun, semakin jauh kami berlayar ke utara menuju Kota Aasiat, kota terakhir sebelum Ilulissat, semakin tebal lempengan es yang harus dipecahkan kapal untuk membuka jalan.
Kota Aasiat tetap membeku di musim semi
Keesokan paginya saya bergegas berlari naik ke dek terbuka di paling atas kapal. Sejauh mata memandang, terlihat ribuan pecahan gunung es beragam bentuk dan ukuran di antara lautan lempengan es. Blup. Di kejauhan, terlihat seekor hewan berwarna hitam, dengan bercak putih dan tekstur samping yang bergerigi, menepuk air laut pelan sebelum menyelam dan akhirnya menghilang. Ah, lagi-lagi qipoqqat atau ikan paus bungkuk (humpback whale). Bukan paus bowhead Greenland yang sudah lama saya tunggu-tunggu. Selain paus, kemunculan mamalia laut lain seperti anjing laut, menjadi pemandangan umum di wilayah Aasiat, kota yang juga dikenal sebagai kotanya paus.
Di Aasiat kami hanya berhenti 30 menit. Untung alun-alun kota hanya berjarak lima menit dari pelabuhan. Berbagai patung ukiran salju setinggi 2 meter ditampilkan di halaman, mulai dari bentuk orang Inuit, kapal Titanic, nanook atau beruang kutub, sampai tupilak atau karakter hantu khas Greenland. Rupanya, kompetisi ukiran salju baru saja dilangsungkan beberapa minggu sebelum kami datang. Kegiatan seni memang menjadi prioritas utama di kota pusat pendidikan Greenland Utara ini.
Ukiran salju berbentuk Kapal Titanic
SELAMAT DATANG DI ILULISSAT
”Velkommen til Ilulissat!” Selamat datang di Ilulissat. Terdengar suara audio kapten kapal yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Walaupun terlambat 4 jam dari waktu perkiraan semula akibat kondisi laut es malam sebelumnya, akhirnya saya tiba juga di kota tujuan akhir.
Terletak di wilayah Greenland Barat, sekitar 350 km sebelah utara Lingkar Arktik, Ilulissat merupakan tempat paling tepat untuk menikmati matahari malam. Ya, kata ”matahari” dan ”malam” memang jarang disandingkan bersama-sama dalam sebuah kalimat. Yang satu identik dengan cahaya terang. Sementara, yang lain merujuk kepada suasana gelap tanpa cahaya. Tetapi di daerah-daerah yang masuk dalam zona Lingkar Kutub Utara atau Lingkar Arktik, keberadaan matahari di tengah malam bukanlah sesuatu hal yang aneh.
Matahari malam atau midnight sun adalah istilah penduduk lokal untuk menyebut fenomena alam yang terjadi setiap musim panas ketika matahari bersinar selama 24 jam. Inilah saat konsep tradisional mengenai waktu seakan hilang makna dan hari terasa berjalan tanpa akhir.
Suasana matahari malam di Ilulissat Icefjord
Di kota ini juga terletak Ilulissat Icefjord, Situs Warisan Dunia pertama di Greenland yang dipenuhi oleh ratusan patahan gunung es dari Sermeq Kujalleq atau Gletser Jakkobshavn, salah satu gletser paling aktif di dunia.
Perubahan iklim yang terjadi belakangan ini membuat gletser lebih cepat meleleh. Patahan gunung es dengan ketinggian yang bisa mencapai lebih dari 100 meter di atas permukaan laut pun banjir memenuhi Teluk Disko di muara gletser setiap tahunnya. Tidak heran, kota ini mendapat nama Ilulissat, yang dalam bahasa Kalaallisut sendiri mempunyai arti ”gunung es”. Bahasa Kalaallisut adalah salah satu bahasa yang dipakai warga Grendland selain Denmark dan Inggris.
Patahan gunung es di Teluk Disko
CARA KE NUUK (GREENLAND)
Dari Jakarta ke Kopenhagen (Denmark) dulu. Penerbangan connecting dari Jakarta ke Kopenhagen antara lain dilayani oleh maskapai Turkish Airlines (transit di Istanbul), KLM (transit di Amsterdam), Emirates (transit di Dubai), Thai Airways (transit di Bangkok), Qatar Airways (transit di Doha). Di luar transit, penerbangan akan ditempuh sekitar 15 jam. Lama transit bervariasi, 2-10 jam. Nama bandara di Kopenhagen adalah Copenhagen Airport (CPH) atau disebut juga Kastrup.
Dari Kopenhagen menuju Nuuk dengan maskapai Air Greenland (transit di Kangerlussuaq, Greenland). Di luar transit, penerbangan akan ditempuh sekitar 5,5 jam. Lama transit bervariasi, 30 menit-5 jam.
Alternatif lain, dari Jakarta ke Reykjavik (Iceland) dulu. Dari Reykjavik menuju Nuuk menggunakan maskapai Air Greenland atau Air Iceland Connect, dengan total durasi penerbangan langsung sekitar 3,5 jam. Nama bandara di Reykjavik adalah Keflavik International Airport (untuk Air Greenland) dan Reykjavik Domestic Airport (untuk Air Iceland Connect).
TRANPORTASI LAUT DARI NUUK KE ILULISSAT
Dengan menggunakan kapal penumpang Sarfaq Ittuk milik perusahaan transportasi laut Arctic Umiaq Line. Lama perjalanan sekitar 3 hari 2 malam (Nuuk - Illulissat) dan terdapat 5 pilihan kamar tidur; couchette, single cabin, 2 beds cabin, 3 beds cabin, dan 4 beds cabin. Perlu dicatat bahwa kapal ini hanya beroperasi di bulan April - Januari dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi cuaca di laut.
VISA
Walaupun termasuk Kerajaan Denmark, Visa Schengen biasa tidak berlaku untuk Greenland (dan Faroe Islands). Pemegang paspor Indonesia harus mengajukan Visa Schengen khusus, dengan pilihan multiple entry visa dan hanya melalui kantor VFS Global untuk negara Denmark. Trippers juga harus menulis keterangan “Greenland” pada saat mengisi kolom “member of states” di formulir aplikasi.
Kenapa harus multiple entry? Masuk ke Greenland terbatas melalui Denmark dan Iceland, dan sekalinya menginjakkan kaki di Greenland, kita sudah dianggap keluar dari wilayah negara Uni Eropa, jadi perlu multiple entry visa untuk dapat kembali masuk ke Denmark atau Iceland.