Sebelum pewarnaan
Ternyata tak hanya batik tulis, Lamongan juga masih mempunyai hasil kerajinan tangan yang patut diapresiasi. Adalah Pak Selo warga daerah Kaliotik, Desa Tumenggungan, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur yang giat meneruskan usaha yang dirintis sang ayah, Pak Zainal Mahfud dengan memproduksi kerajinan gerabah sejak tahun 1989.
Baca juga: "Menelusuri Jejak Batik Tulis di Lamongan"
Tak tanggung-tanggung, kerajinan gerabah buatan Pak Selo ini dipasarkan hingga keluar negeri. Bahkan barang yang diproduksi secara masal ini mayoritas adalah untuk barang ekspor. Adapun yang menjadi daya tarik produk ini adalah adanya perpaduan antara bentuk tradisional dan motif modern sehingga menghasilkan nilai seni yang tinggi.
Gerabah siap jual
Kerajinan gerabah ini merupakan satu-satunya di Lamongan. Puncak kejayaan dialami sekitar tahun 1990-an di mana pelanggan utamanya berasal dari Bali yang kemudian barang tersebut siap diluncurkan ke pasar Eropa. Saking membludaknya pesanan, sang pemilik hingga merekrut karyawan mencapai sekitar 200 orang. Kebanyakan produk yang dihasilkannya berupa vas bunga mulai dari ukuran kecil hingga besar.
Baca juga: "Pantai Lorena, Alternatif Wisata di Lamongan"
Untuk bahan baku, tanah diambil dari Desa Jati Rogo yang berada di Kabupaten Tuban. Tanah tersebut diyakini memiliki kualitas yang bagus melebihi tanah dari Ponorogo yang digunakan sebelumnya. Sementara untuk pasir, sang pemilik mengambil dari Kabupaten Bojonegoro.
Pada umumnya gerabah dibuat secara manual menggunakan ketrampilan tangan, namun tidak untuk gerabah Lamongan ini. Gerabah dibentuk melalui cetakan berbagai ukuran, tujuannya supaya gerabah memiliki bentuk dan berat yang sama dalam jumlah yang besar.
Proses awal yakni perendaman bahan baku baik tanah maupun pasir. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan bahan baku dari elemen-elemen yang mudah terbakar seperti akar kering. Setelah itu campuran tanah dan pasir yang sudah dihaluskan dibentuk menjadi lembaran-lembaran. Ukuran lembaran pun berbeda tergantung ukuran gerabah yang akan dibuat.
Proses selanjutnya adalah memasukkan adonan tersebut ke dalam sepasang cetakan gerabah yang telah dilapisi kanji supaya tidak lengket. Baru kemudian cetakan dibuka, gerabah yang masih basah dikeluarkan sambil diperbaiki bagian yang belum sempurna dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Supaya proses pengeringan lebih sempurna, gerabah yang telah dijemur lantas dimasukkan ke dalam oven tradisional. Proses ini membutuhkan waktu 6 jam hingga maksimal 10 jam.
Setelah proses pengeringan di oven
Masuk ke tahap akhir adalah proses pewarnaan. Proses ini membutuhkan cat minyak dengan warna yang mencolok sesuai karakter motif atau sesuai pesanan. Hasilnya pun akan terlihat mewah dengan mengedepankan unsur tradisional dan modern yang nampak dari bentuk dan motifnya. Harga gerabah bervariasi, mulai Rp10.000 hingga Rp500.000.
Sebelum pewarnaan
Namun yang disayangkan adalah saat ini bisnis gerabah sedang berada pada masa-masa sulit. Semenjak kejadian bom Bali 2002, permintaan barang semakin menurun drastis. Bahkan pihak dari Bali sebagai penyalur ke pasar Eropa pun telah berhenti memesan produk gerabah tersebut. Belum lagi regenerasi pegawai dirasa sangat sulit, mulai dari karyawan berjumlah 200 orang kini hanya tinggal 2-3 orang saja. Akibatnya gerabah tak bisa lagi diproduksi secara masal melainkan diproduksi saat mendapat pesanan-pesanan khusus seperti untuk suvenir pernikahan.
Gerabah Lamongan belum mati, masih ada sisa-sisa tenaga yang mampu meladeni pesanan meskipun dalam jumlah yang terbatas. Tempat yang eksis dengan nama Tembikar Zainal ini bisa diakses melalui Bandara Juanda Surbaya di Sidoarjo dengan jarak sekitar 70 km atau membutuhkan waktu sekitar 2 jam berkendara. Bisa juga dengan menghubungi dulu sang pemilik kerajinan gerabah, Bapak Selo di nomor HP 081330050142.