HANYA PENYELAM YANG MENGHANGATKAN BADAN DENGAN AIR SENI SENDIRI 2017-07-04 00:00

 

Saat baru nyemplung ke air di penyelaman hari ke-5 di depan Pulau Pura Kepulauan Alor teman yang duluan nyemplung teriak, “Wuihhhh...airnya dingin banget!” Saya pun teriak, “Pipis aja kalau kedinginan. Cuma penyelam yang menghangatkan badan dengan air pipis sendiri...  hahaha...”

 

Iya, rasa-rasanya, cuma para penyelamlah yang terbiasa pipis di celana eh wetsuit, tanpa merasa malu. Dan perbuatan ngompol, eh pipis di wetsuit ini dinilai sah-sah saja. Malah sangat menyenangkan terutama kalau air sedang dingin, seperti pagi itu di mana suhu air 24 derajat celcius. Sensasi ‘air hangat’ yang mengalir ke sekujur badan, ke atas atau ke bawah, tergantung arus lagi ke mana, dalam perairan yang mostly dingin seperti Alor memang asyik-asyik sedap. Jorok? Ah, nggak lah... Memang situ pikir kalau sedang menyelam terus kami kebelet pipis, harus nunggu sampai ketemu toilet gitu? Oo maaan... laut maha luas begitu... Ya pipis lah langsung di kedalaman laut. Kenapa nggak buka wetsuit? Yolooo plis deh, kecuali pakai wetsuit model two pieces, ya nggak bisa lah buka wetsuit dengan peralatan nempel di badan.

 

Tenang aja, sadar bahwa kami sering ngotorin wetsuit, kami selalu menyiram atau merendamnya dengan air usai penyelaman. Bukan cuma wetsuit, booties (sepatu boot selam) juga kami siram karena di situlah air yang hangat-hangat itu mengendap. Atau bisa juga kami langsung membilasnya saat masih berada di dalam air dengan menyemprotkan udara dari octopus (alias selang napas cadangan).

 

Membersihkan wetsuit usai penyelaman

 

Tapi kalau menyelam saat arus kencang, lebih baik nggak buang-buang udara percuma hanya untuk bilas usai pipis. Karena dalam kondisi arus kencang penyelam lebih boros udara. Selain airnya yang dingin, perairan Alor juga terkenal dengan arus kencangnya. Tim Ekspedisi Terumbu Karang WWF-Indonesia di Perairan Alor dan Fores Timur –di mana saya bergabung Maret 2017 lalu-- beberapa kali turun di site berarus kencang. Sudah kicking sekuat tenaga, tetap saja susah maju. Bahkan Sila dan Prakas dari Reef Check Indonesia sempat kejebak arus di 6 meteran dan nggak bisa ke mana-mana lalu jadi shoot up.

 

Sila dan Prakas dari Reef Check Indonesia

 

Saya sendiri yang bukan tim inti ekspedisi punya pilihan, begitu transek kelima selesai, mau ikut pengamat ikan kecil dan ikan besar long swim sepanjang 300 m atau 15 menit sekalian safety stop, atau ngintilin roll master menggulung balik meteran yang sudah dibentangkan sampai transek ke-3 atau ke-4. Bertolak dari pengalaman sebelumnya beberapa kali ikut roll master balik dan capek ngelawan arus, pada penyelaman hari ke-4 saya memutuskan ikut pengamat ikan kecil dan besar Fikri (WWF-Indonesia) dan Kasman (Reef Check Indonesia) long swim, eeeh... ternyata kena ngelawan arus juga. Sampai-sampai kami nggak berhasil ke slope dengan kedalaman 5 meteran sekalian safety stop, tapi kejebak di 9 meter terus. Dan akhirnya kami pun safety stop di kolom (blue water) sambil terus keseret arus.

 

 

Dalam kesempatan lain, dengan Prakas dan Pak Izaak dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, kami muncul di permukaan pas ombak besar plus ada arus permukaan, terus dijemputnya lama pula oleh speedboat. Capek nian. Untung saat berada dalam kondisi itu BCD saya bukan yang pas rusak nggak bisa di-inflate. Kebayang kalau pas BCD nggak bisa di-inflate, di permukaan ombak besar dan ada arus. Wah, neraka jahanam banget itu. Tapi masih aman kalau ada buddy, ada yang membantu mengangkat kita supaya tetap ngambang.

 

Begitulah kurang lebih pengalaman-pengalaman seru yang saya alami, selama sebanyak 13 kali turun menyelam bersama tim ekspedisi WWF-Indonesia di Alor NTT.

 

Bening banget perairan Alor

 

Tulisan ini juga dimuat di website WWF-Indonesia, klik di sini.

 

Baca juga “Siapa Mau Kerja Enak di Bawah Laut? dan “Ogah Skip Dive Demi Cintaku Hiu

Teks & Foto: Mayawati NH
Comment