BELAJAR MEMAHAMI BALAP SEPEDA DI VELODROME SENILAI 665 M 2018-08-30 00:00

 

Saat memutuskan menonton cabang olahraga balap sepeda track di Jakarta International Velodrome Rawamangun Jakarta Timur saya dan teman-teman awalnya cuma berpikir “ingin merasakan langsung velodrome keren yang baru kali ini kita punya.” Biaya renovasinya saja kabarnya 40 juta dolar AS atau setara 665 miliar rupiah! Wow banget ‘kaaaan....

 

Velodrome keren milik kita

 

Begitu tiba di bagian luar velodrome, decak wow-nya masih biasa. Barulah decak wowwww... lebih panjang keluar begitu saya masuk ke arena. Ini beneran super keren! Beda jauh banget sama velodrome zaman old, tempat saya nonton balap sepeda pada SEA Games 1987. Iyaaaa... Memang sudah lama banget ituuu, hehe...

 

Dulu mah nonton sambil kena panas. Sekarang? Adem! Ada AC. Lighting-nya juga benderang dengan kekuatan 1.400 Lux. Cakep banget lah buat difoto. Lintasan lombanya yang dari kayu Siberia yang didatangkan khusus dari Jerman juga tampak mulus licin. Ingin sekali saya merabanya. Velodrome yang dirancang oleh Ralph Schuermann, arsitek asal Australia yang juga merancang velodrome Beijing untuk Olimpiade 2008 dan velodrome Guangzhou untuk Asian Games 2010 ini memiliki kapasitas 3.000 tempat duduk.

 

Bagian dalam velodrome lebih keren lagi

 

Sudah cukup kita bahas soal kerennya velodrome ini ya... Kegembiraan selanjutnya bagi kami Rabu (29/08/2018) siang hingga sore itu adalah tebak-tebakan aturan main nomor-nomor yang dipertandingan di cabang balap sepeda track ini. Dulu saya masih ingat ada nomor Sprint, Individual Pursuit, Point Race. Tapi yang sekarang ini ada Omnium Tempo Race. Apa itu? Sampai selesai nomor ini dipertandingkan, saya dan 3 teman belum mengerti juga. Tanya bapak sebelah, sama nggak ngertinya. Jadi kurang seru deh nontonnya karena gagal paham.

 

Saat break, kami keluar cari makan, sambil googling, penasaran. Ooo, jadi Omnium Race ini ternyata semacam pentathlonnya balap sepeda. Ada lima (atau di Asian Games ini hanya empat) nomor/disiplin lomba yang dijadikan satu (nilainya semua ditotal). Jadi Omnium Tempo Race yang kami tonton itu hanya salah satu bagian dari Omnium Race. Tiga lainnya adalah Elimination Race, Scratch Race, dan Point Race. PR selanjutnya, membedakan keempatnya. Mmm... Sudah baca penjelasan, sudah kenyang makan, tetap saja kami belum memahami dengan jelas bagaimana itu aturan main Tempo Race.

 

Kami masuk lagi ke arena untuk menonton pertandingan lanjutan pukul 4 sore. Selain Omnium, ada juga dipertandingkan nomor Sprint dan Individual Pursuit. Sprint saja awalnya kami bingung, kalau main cepet-cepetan dan waktunya diitung, kenapa di lap awal dua pembalap yang bertarung nggak langsung nyeprint alias ngebut? Kok malah pada saling keker-kekeran, pelan-pelanan, bahkan nyaris berhenti di puncak lintasan? Ooo... begitu melihat scoring board, tertera “3 laps to go”, baru ngerti, walaupun total lomba 3 laps (750 m), tapi pembalap baru siap-siap maksimalin kayuhan setelah bunyi teng teng teng di lap kedua. Dan capaian waktu baru mulai dihitung hanya di 200 m akhir, dan yang duluan menyentuh garis finish di lap terakhir inilah yang menang. Selain kecepatan, dibutuhkan juga strategi jitu dan perang mental di nomor ini. Serunya tuh di situ!

 

Adu strategi di nomor Individual Sprint

 

O ya, nomor Sprint ini, tandingnya satu lawan satu, dan 2X race. Race pertama si A di depan duluan, race kedua gantian si B di depan duluan. Kalau dari dua race itu kedudukan 1-1, maka ada race ketiga yang dipertandingkan --kami sih nyebutnya rubber set (haha, maklum kebiasaan nonton bulu tangkis).

 

Sedangkan untuk memahami nomor Individual Pursuit nggak terlalu lama bagi saya. Begitu melihat dua pembalap yang bertanding memulai start dari sisi berseberangan, saya langsung paham, ini kejar-kejaran. Kalau yang satu sudah bisa mengejar pembalap yang lain, berarti kalahlah itu pembalap yang terkejar, dan pertandingan langsung dihentikan. Kalau sampai finish (4 km untuk putra dan 3 km untuk putri) belum ada juga yang terkejar, yang menang yang masuk finish lebih dulu.

 

 

Kembali ke Omnium Race, kalau di sesi pagi kami menonton Tempo Race, maka di sesi sore yang dilombakan adalah Elimination Race dan Point Race. Untungnya, selain sudah googling, pembawa acara juga menerangkan. Jadi di Elimination Race, semua pembalap start bersamaan, pembalap yang masuk finish terakhir di tiap lap kedua dan kelipatannya otomatis tersisih, begitu seterusnya sampai tinggal satu pembalap. Lebih enak deh nontonnya kalau paham aturan main gini mah.

 

Lalu Point Race... Pembawa acara sempat menerangkan, bakal ada 80 laps (20 km; kalau untuk putra 25 km), dan finish yang dihitung adalah tiap lap ke-10 dan kelipatannya. Makanya, para pembalap nggak ada yang ngebut minimal sampai lap ke-6 deh di tiap 10 putaran. Oke, sampai situ paham. Tapi bagaimana penilaiannya? Jawabannya ada di scoring board. Ternyata yang dapat nilai hanya 4 finisher pertama. Nomor 1 dapat nilai 5, nomor 2 dapat nilai 3, nomor 3 dapat nilai 2, dan nomor 4 dapat nilai 1. Yang buncit tetap boleh ikut race. Hanya saja, kalau ada pembalap yang sudah ‘losing lap” sampai 2X (atau 3X)?, langsung disuruh minggir, nggak lanjut bertarung.

 

Point Race

 

Kalau ada yang jatuh karena kesenggol (karena posisi mereka semua mepet lho, kecepatan juga tinggi), nggak didiskualifikasi, tapi tetap boleh lanjut. O ya, saking panjangnya lap, ada kemungkinan terjadi overlap antara pembalap yang paling cepat dan paling lambat. Kita sebagai penonton mesti jeli ngapalin jersey masing-masing pembalap. Jadi bisa tahu mana pembalap yang paling depan, mana yang sudah kena di-overlap.

 

Point Race dengan 80 laps yang awalnya kami kira bakal membosankan malah ternyata menarik dan menegangkan banget! Apalagi kami sempat melihat ada pembalap yang jatuh, lalu terlindas pembalap di belakangnya, dan pembalap di belakangnya lagi juga tak sempat ngerem, ikut jatuh karena menghindar dan menabrak pagar kaca. Bahkan ada panitia yang juga tersambar dan terjerembab. Seruu... Eh, maap, kasihan sih... Dua pembalap mampu lanjut, tapi satu pembalap terpaksa dipapah keluar, sambil nangis.

 

Tabrakan yang melibatkan 3 pembalap. Panitia pun kena samber

 

Sore itu, pembalap Jepang Yumi Kajihara yang sebelum Point Race dilangsungkan sudah mengantungi nilai tertinggi, yang hanya ditempel ketat oleh pembalap Chinese Taipei Ting Ying Huang, terlihat tak lagi ngotot di 10 laps terakhir. Dia membiarkan Ayustina Delia Priatna dari Indonesia melaju di depan bersama pembalap Singapura. Itu karena dia sudah tahu, tanpa dia jadi 4 finisher di 10 laps terakhir pun, dia tetap juara Omnium putri dan medali emas disabet. Dia hanya terus menempel saingan terdekatnya dari Chinese Taipei.

 

O ya, sebagai tambahan info, Omnium Race putra diperkenalkan lagi pada World Championships  2007, dan untuk putri pada 2009. Dan nomor ini baru dipertandingkan pada Olimpiade 2012.

 

Baca juga: "Para Wanita Berkerudung di Lapangan Bulu Tangkis Asian Games 2018"

 

Lalu, mana penjelasan tentang Tempo Race yang sempat membuat kami bingung dan Scratch Race yang tak sempat kami tonton? Itu saya sisakan menjadi PR kalian ya... Haha. Kata kuncinya cuma: aturannya beda tipis kok dari Elimination dan Point Race. Ada juga nomor balap sepeda yang namanya Keirin dan Madison. Silakan mencari tahu dulu sebelum nonton supaya nontonnya lebih seruuuu.....


 

 

 

Teks & Foto: Mayawati NH
Comment