MENYAMBANGI SENTRA TENUN LURIK DI JAWA TENGAH 2018-12-03 00:00

 

Pedan, sebuah kecamatan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah masih menyisakan beberapa pengrajin kain tenun lurik tradisional. Dengan perjalanan yang berliku, kain tenun lurik Pedan nyatanya masih mampu bertahan meski banyak pesaing beralat modern mulai bermunculan.

 

Suhardi Hadi Sumarto adalah perintis kain tenun lurik tradisional di Klaten tepatnya di Dusun Jalinan, Desa Kedungan, Kecamatan Pedan sejak tahun 1938. Berbekal pengalaman belajar di Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung, beliau mulai membuka sentra kain tenun lurik yang bernama Sumber Sandang.

 

Baca juga: "Cari Tempat Foto Hits yang Gratis? Coba  ke Los Mbako di Klaten"

 

Jerih payah Bapak Suhardi ini membuahkan hasil. Usahanya mengalami perkembangan pesat dan karyawannya banyak. Namun karena terjadi Agresi Militer Belanda tahun 1948, bisnis keluarga ini pun harus terhenti, sebab kala itu Pedan menjadi salah satu daerah yang terkena dampaknya dan memaksa semua orang untuk mengungsi.

 

Setelah masa kelam terlewati, warga Pedan mulai kembali ke daerahnya dan membuka lagi usaha tenun lurik pada tahun 1950. Sejak itulah Pedan dikenal sebagai pusat tenun lurik di Klaten.

 

Karena kondisi Bapak Suhardi yang tak muda lagi, tahun 1960 bisnis ini diturunkan ke anaknya yang bernama Rachmad. Di tangan sang anak, bisnis tenun lurik berjalan hingga sekarang meskipun tenun lurik telah melewati masa kejayaannya.

 

Dengan segala kesederhanaan, Sumber Sandang terbukti tetap eksis dengan mempertahankan ciri khasnya, yakni menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).

 

Koleksi Sumber Sandang di antaranya motif ketan salak, ketan ireng, sodo sak ler, kijing miring, kembang bayem, kembang sembukan, rinding putung, dom kecer, tumbar pecah, atau ada pula motif yang dibuat sesuai pesanan.

 

 

Kalau datang ke sini, selain bisa membeli tenun lurik, pengunjung juga diberi kesempatan untuk melihat secara langsung proses pembuatan tenun lurik dengan cara tradisional yakni menggunakan kayu yang dirangkai menjadi sebuah alat tenun.

 

Sementara untuk harga yang paling rendah adalah kain tenun model syal seharga Rp20.000 dan yang paling tinggi mencapai ratusan ribu untuk kain tenun berbahan sutra.

 

Tempat ini bisa dijangkau dari Bandara Adisumarmo Solo dengan membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam atau berjarak sekitar 27 km.

Teks: Arief Nurdiyansah Foto: Clara Soca Atisomya
Comment