AGAR TAK CELAKA, SIMAK TRIK MENONTON PASOLA DI SUMBA INI! 2017-03-01 00:00

 

Indonesia menyimpan begitu banyak ritual adat yang akhirnya menjadi festival kolosal yang menarik minat banyak turis domestik hingga mancanegara. Salah satunya Pasola yang digelar di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur yang biasa digelar awal Februari hingga Maret. Tapi eitts... ternyata menonton Pasola ternyata ada triknya lho... Soalnya terkadang kejadian rusuh beneran.

 

 

APA ITU PASOLA?

Pasola adalah festival atau ritual perang adat antara dua kelompok laki-laki Sumba terpilih yang digelar di padang luas. Perangnya dilakukan dengan cara memacu kuda sambil melemparkan sejenis tombak tumpul atau lembing ke arah lawan yang juga memacu kuda. Baik kuda maupun penunggangnya berhias warna-warni, meriah!

 

Pasola sendiri berasal dari kata "sola" yang berarti tombak atau lembing kayu yang dilempari dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Sedangkan awalan “pa” menunjukkan permainan. Jadi pasola berarti permainan ketangkasan melempar tombak dari atas kuda yang sedang dipacu antara dua kelompok.

 

Lembing/tombak tumpul saling beradu

 

Tradisi perang ini dilakukan oleh masyarakat  Sumba Barat yang masih menganut agama Marapu (agama lokal masyarakat Sumba).

 

Walaupun tombaknya berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa. Menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat hukuman dari para dewa karena telah melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan. Sedangkan darah yang tercucur dianggap berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panen.  

 

KAPAN FESTIVAL INI BERLANGSUNG?

Tanggal pasti tidak bisa ditentukan jauh-jauh bulan, karena tergantung keputusan rato (pemuka adat) yang biasanya baru diumumkan 1-2 minggu sebelumnya. Tiap tahun jarang jatuh di tanggal yang sama, tapi berkisar dari awal Februari hingga Maret.

Karena ini merupakan serangkaian upacara tradisional, jadi penyelenggaraannya tak cuma sekali, tapi bergantian diadakan di beberapa kampung di Kabupaten Sumba Barat. Dan selain acara puncak perang-perangan, menarik juga untuk menonton ritual yang menjadi syarat untuk memulai Pasola yaitu Tradisi Nyale.

 

APA ITU TRADISI NYALE?

Pada intinya Nyale adalah ritual ungkapan syukur dengan datangnya musim panen yang ditandai dengan munculnya banyak cacinglaut (nyale) di  pantai. Saat bulan purnama biasanya cacing-cacing laut mulai keluar. Nah, para rato akan terlebih dulu mencari nyale. Nyale hasil tangkapan tersebut dibawa ke majelis para rato untuk dinilai. Kalau nyalenya gemuk, sehat, dan berwarna-warni, itu tandanya panen  tahun itu akan berhasil. Sebaliknya, kalau nyalenya kurus dan lemah, kampung mereka akan mendapat bencana. Setelah pengecekan itu, barulah masyarakat boleh ikut menangkap nyale. Dengan adanya hasil tangkapan nyale, Pasola baru bisa dilaksanakan.

 

Nyale hasil tangkapan

 

NYALE DI PANTAI WANOKAKA

Salah satu Tradisi Nyale diadakan di Pantai Wanokaka, Sumba Barat. Keramaian sudah mulai terdengar dalam gelap, saat masyarakat sudah ramai berkumpul menanti ritual Nyale bersamaan dengan terbitnya sang mentari.

Suasana nyale di Pantai Wanokaka

 

Rato dengan ikat kepala dan tongkat kayunya mulai berjalan ke arah pantai, menunduk, meraba dan sesekali meraup air laut. Suasana seketika hening mencekam, semua warga menanti kabar gembira dari para rato, apakah ada nyale gemuk kali ini.

 

Ada sekitar 20 rato dan warga perempuan serta anak-anak hadir dari berbagai desa di Pantai Wanokaka. Mereka sudah berjalan kaki >10 km tanpa alas kaki. Biasanya para rato mulai berjalan pukul 2 dini hari usai melakukan ritual adat pada pukul 12 tengah malam --tentu dengan adat kepercayaan Marapu, memohon pada Yang Kuasa agar rangkaian acara hari itu diberkahi.

Setiba di pantai para rato beristirahat sambil berbincang dengan rato lainnya, menanti matahari terbit. Nyale biasanya muncul saat menjelang terbit matahari. Masyarakat lokal dan tamu dalam dan luar negeri biasanya sudah hadir pukul 5 pagi di lokasi, penuh sesak. Namun semua tetap menghargai rombongan rato dengan ciri khas ikat kepala berwarna merah dan hitam.

 

Masyarakat Sumba memaknai kehadiran nyale dengan cara yang serupa dengan masyarakat Sasak di Lombok. Masyarakat Lombok juga mengenal upacara Bau Nyale. Mereka yang berhasil mengumpulkan nyale dalam jumlah banyak dipercaya akan mendapat rezeki yang berlimpah di tahun itu.

 

Nyale yang terkumpul biasanya diolah menjadi masakan khas Sumba berupa sambal yang dikenal dengan nama Bokosawu Nyale, olahan praktis cacing mentah yang hanya dicampur daun kemangi dan perasan jeruk purut. Nyale juga biasa diolah menjadi sayur atau disangrai dengan campuran kelapa parut, bawang merah, bawang putih, jahe, daun kemangi dan cabai. Nyale yang diolah dengan cara digoreng tanpa minyak ini dikenal dengan nama Nyale Pa’dongo.

 

TRIK MENONTON PASOLA

 

Pasola di beberapa tempat terkadang berakhir rusuh, terutama di Kodi dan Wainyapu. Kalau yang di Wanokaka relatif aman. Rusuh bisa karena penonton yang kecewa, karena permainan yang monoton, karena ada pihak yang merasa dicurangi, dsb. Kalau sudah rusuh, bisa-bisa ada batu melayang. Polisi yang berjaga pun terkadang terpaksa melepaskan tembakan gas air mata atau tembakan ke udara.

 

Jadi triknya sbb:

-          Begitu tiba di lokasi, incar dulu di mana batu kubur atau tempat perlindungan lainnya berada. Jadi kalau sudah melihat batu melayang, Anda tahu harus lari menyelamatkan diri ke mana.

-          Jangan menonton terlalu dekat apalagi sampai masuk ke lapangan.

-          Jangan takut karena rusuhnya biasanya juga nggak terlalu serius dan berkepanjangan. Biasanya habis rusuh, mereka main lagi. 

 

Baca juga "Itinerary Keliling Sumba 5 Hari"

Teks & Foto: Raiyani Muharramah
Comment